niadi.net - Rasanya yang enak, lezat dan harganya yang "sangat pantas" membuat jamur shiitake tetap jadi favorit bersama lima kelompok jamur komersial lainnya. Prospek pasar dalam dan luar negerinya pun cerah, ditambah lagi khasiatnya yang diduga mampu menyembuhkan beberapa jenis penyakit. Jadi tidak salah bila Anda mencoba membudidayakannya.
Pembudidayaannya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dari cara alami dengan menggunakan kayu gelodong, cara tradisional yang menggunakan pokok kayu yang dikeringkan, cara konvensional dengan media serbuk gergaji, sampai cara semi-modern. Bahan-bahan yang dibutuhkan tidak terlalu sulit didapatkan. Masalhnya hanya terletak pada kecocokan lokasi penanaman dengan kondisi yang diinginkan oleh jamur shiitake yang bernama ilmiah (Lentinus edosus) alias jamur payung ini.
Ada beberapa pendapat dilontarkan untuk kelembapan udara ideal bagi jamur shiitake. Petani jamur di Klaten Jawa Tengah menginformasikan kelembapan 85-90%, namun petani jamur di daerah Bandung Jawa Barat menggunakan kelembapan 90-96%. Tetapi sumber lain menyatakan bahwa kelembapan bisa diatur 80-85%.
Meski demikian, bila kelembapan terlalu tinggi, badan buah tidak terbentuk dan payungnya terlalu basah. Akibatnya, jamur shiitake tidak bisa bertahan lama. Sedangkan kelembapan di bawah standar, menyebabkan payung terbentuk tidak sempurna bahkan pecah-pecah. Penempatan media tidak masalah, bisa di tempat terbuka dengan naungan pohon, ruangan dengan atap peneduh, atau di ruangan tertutup dengan kondisi optimum untuk pertumbuhan jamur.
Untuk daerah yang jauh dari sumber kayu media dapat diganti dengan menggunakan serbuk gergaji. Serbuk gergaji yang digunakan juga bisa dari berbagai macam kayu dan lebih baik bila menggunakan serbuk gergaji dari kayu-kayu lunak. Namun tidak salah bila menggunakan serbuk gergaji kayu-kayu keras seperti jati, borneo, rambutan, atau mahoni. Kayu-kayu dari pohon bergetah pun bisa digunakan. Namun tentu saja diambil dari kayu yang tidak produktif dengan asumsi getahnya sudah hilang.
Penanaman menggunakan kayu gelondongan cara tradisional, dimulai dengan membor atau melubangi kayu dengan diameter 1cm sedalam 2,5-3cm dan jarak lubang masing-masing 10-15cm. Kayu yang digunakan sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu untuk mematikan sel-sel dan menghindarkan tumbuhnya jamur lain yang tidak dikehendaki. Lubang ini lalu diisi bibit jamur sampai penuh. Untuk mengambil bibit, Anda bisa menggunakan tusuk sate atau pinset. Setelah penuh lubang ditutup dengan parafin cair atau kapas bersih.
Penanaman cara konvensional dengan menggunakan media tanam campuran serbuk gergaji masih memerlukan beberapa bahan penunjang lainnya. Untuk 100 kg serbuk gergaji, ditambahkan bahan penujang berupa 10kg (10%) bekatul atau dedak, 0,5kg CaCO3, 1,5kg gips (CaSO4), 0,5kg pupuk TSP, ditambah air sekitar 40-45% dari berat bahan atau tergantung pada kebasahan serbuk dan musim.
CaCO3 sebaiknya dipilih yang berukuran 400 mesh agar reaksi pencampurannya baik. Serbuk gergaji yang digunakan sebaiknya juga diayak terlebih dahulu untuk membersihkan serbuk dari benda-benda tajam yang dapat menusuk kantung plastik nantinya.
Di samping itu bisa juga menggunakan media alternatif berupa sisa kapas atau kertas satu bagian dicampur bekatul 1 bagian. Bekatul yang dipilih benar-benar berupa dedak (kulit ari beras) karena banyak juga beredar bekatul dari sekam yang digiling. Bila bekatul "palsu" ini yang Anda dapatkan, perlu ditambahkan gula sebagai sumber makanan bagi jamur. Sebagai patokan pemberian gula, untuk 100kg serbuk gergaji dan bekatul sepersepuluhnya, maka gula diberikan 0,5persen (0,5kg).
Selain bahan-bahan di atas masih diperlukan peralatan steam atau kukus, timbangan, kompor, lampu bunsen, termometer, higrometer, pinset yang panjangnya 25 cm, sumpit, botol bekas sebagai pemadat media, plastik kantung jenis pp (polipropilen) yang tahan panas dengan ketebalan 0,006-0,008, karet gelang, kapas sisa pemintalan, ring dengan panjang sekitar 4-5cm.
Selain itu cara yang paling praktis adalah dengan mencampur serbuk gergaji, kapur bangunan 2%, dan air sebanyak 20-25% secara merata. Campuran ini lalu dikomposkan selama 3 hari. Selanjutnya semua bahan kering selain TSP dicampurkan ke dalam kompos serbuk gergaji secara merata. Baru ditambahkan dan diaduk rata dengan air larutan TSP sebanyak 20-25%. Bila sudah menggumpal dan tidak meneteskan air bila dikepal berarti media siap dikantungi.
Kondisi pH kompos diukur dengan kertas lakmus. Bila pH di bawah angka 6-7 sebaiknya ditambahkan CaCO3 sedikit demi sedikit sebanyak 1% dahulu dan ditambah air sedikit. Bila masih kurang juga, tambahkan terus CaCO3 sampai pH netral. Sebaliknnya bila terlalu becek, media dapat dihampar di lantai beralaskan plastik hingga didapatkan kondisi ideal.
Untuk mengecek tepat tidaknya campuran yang telah dibuat dapat terlihat dari jumlah kantung yang terisi. Formula kompos yang telah dibuat tadi biasanya menjadi 180 kantung dengan bobot masing-masing 1kg. Bila kantung lebih dari 180 maka dipastikan adonan kompos kurang air. Sebaliknya bila jumlah kantung kurang dari 120 buah maka dipastikan adonan kelebihan air. Bila keadaan ini terjadi maka kompos sebaiknya dikeluarkan kembalu lalu ditambahkan air bila kurang atau dihamparkan bila kelebihan air.
Setelah dipasteurisasi kantung didinginkan di ruang inokulasi agar tetap steril. Ruang inokulasi juga harus steril. Untuk itu, terlebih dahulu disemprotkan dengan alkohol 96% atau formalin 2% dan ditutup selama 2 hari. Di samping itu, orang yang menginokulasi juga harus bersih.
Dengan bantuan pinset panjang bibit diambil dari dalam botol lalu dimasukkan ke dalam lubang dan permukaan media. Kantung lalu ditutup kembali dengan kapas lain yang kering lalu disimpan dalam ruang bersuhu 25-28oC tanpa terkena sinar matahari. Cahaya baru diberikan setelah 5 minggu inokulasi.
Kantung-kantung sebaiknya diletakkan di tempat penanaman berupa rak-rak tersendiri. Secara sederhana rak dapat dibuat dari bambu dengan ukuran 3m x 1m. rangkanya dibuat dari bambu sedangkan raknya dari reng bambu. Jumlah rak bisa dibuat 3 atau 4 hingga bila raknya 3 maka luas tanaman mencapai 9 m2.
Dalam waktu 2 minggu biasanya miselium sudah mulai tumbuh. Bahkan pada hari ke 60-74 miselium sudah menutupi seluruh media. Saat ini adalah saat yang tepat untuk membuka tutup kantung agar pertumbuhan badan buah jamur berjalan sempurna. Bila media terlihat kering, untuk menjaga kelembapan harus disemprot dengan sprayer.
Air penyiram juga tidak sembarangan namun sebaiknya menggunakan air sumur atau pompa. Air ledeng kurang baik karena kandungan klornya dapat menghambat pertumbuhan jamur.
Cahaya yang masuk dalam rak media jangan terlalu banyak, karena jamur sangat peka dengan cahaya. Karenanya, media harus selalu dijaga dengan naungan dari terpaan cahaya matahari langsung.
Bila pasteurisasi dilakukan sempurna, hampir tidak ada penyakit yang menyerang pertumbuhan jamur shiitake. Bila terjadi kontaminasi yang disebabkan bibit, peralatan, ataupun sarana yang kurang bersih maka bagian yang terserang harus segera dibuang agar tidak menular. Sebagai pencegahan maka selama pengerjaan semua peratalan harus bersih.
Bahan tanaman yang tidak ditumbuhi miselium jamur atau kurang penuh miseliumnya sebaiknya dipisahkan atau dibuang saja. Pertumbuhan jamur shiitake semakin berkembang lima hari setelah kantung dibuka. Dalam waktu 2 minggu shiitake siap dipanen.
Selanjutnya dengan menggunakan pisau tajam tangkai shiitake dan sisa media dipotong. Sebaiknya tangkai tidak disisakan sama sekali dalam media karena dapat membusuk dan mempengaruhi jamur selanjutnya. Begitu dipetik, jamur langsung dimasukkan ke dalam keranjang agar tidak kotor, karena jamur sama sekali tidak adakan dicuci agar tidak cepat membusuk dan tahan lama.
Shiitake kualitas prima tahan disimpan selama 7 hari pada suhu ruang. Pemanenan biasanya diselingi masa istirahat selama 10-14 hari untuk kemudian dipanen lagi hingga 6 kali. Dari satu kantung media bisa diperoleh 130-200g shiitake segar. Karena lamanya panen, setiap pemetikan dapat dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. Jamur kering ini sebaiknya disimpan dalam botol yang tertutup rapat. Begitulah Cara Menanam Jamur Shiitake.
Pembudidayaannya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dari cara alami dengan menggunakan kayu gelodong, cara tradisional yang menggunakan pokok kayu yang dikeringkan, cara konvensional dengan media serbuk gergaji, sampai cara semi-modern. Bahan-bahan yang dibutuhkan tidak terlalu sulit didapatkan. Masalhnya hanya terletak pada kecocokan lokasi penanaman dengan kondisi yang diinginkan oleh jamur shiitake yang bernama ilmiah (Lentinus edosus) alias jamur payung ini.
1. Syarat Tumbuh
Jamur Shiitake menghendaki suhu lingkungan sekitar 24-28oC. pada pembentukan badan buah bahkan ia menghendaki suhu ideal di bawah 25oC. kondisi ini umumnya ditemukan di daerah dataran tinggi, namun bukan berarti di dataran rendah Anda tidak bisa bertanam jamur shiitake. Untuk memanipulasi suhu, bisa digunakan berbagai cara, di antaranya penggunaan alat pengatur suhu ruangan (AC).Ada beberapa pendapat dilontarkan untuk kelembapan udara ideal bagi jamur shiitake. Petani jamur di Klaten Jawa Tengah menginformasikan kelembapan 85-90%, namun petani jamur di daerah Bandung Jawa Barat menggunakan kelembapan 90-96%. Tetapi sumber lain menyatakan bahwa kelembapan bisa diatur 80-85%.
Meski demikian, bila kelembapan terlalu tinggi, badan buah tidak terbentuk dan payungnya terlalu basah. Akibatnya, jamur shiitake tidak bisa bertahan lama. Sedangkan kelembapan di bawah standar, menyebabkan payung terbentuk tidak sempurna bahkan pecah-pecah. Penempatan media tidak masalah, bisa di tempat terbuka dengan naungan pohon, ruangan dengan atap peneduh, atau di ruangan tertutup dengan kondisi optimum untuk pertumbuhan jamur.
2. Media Tumbuh
Secara alami, jamur shiitake tumbuh pada pokok-pokok kayu mati. Karena itu banyak yang menggunakan kayu gelondongan atau sisa-sisa pohon mati sebagai media. Semua jenis kayu dapat digunakan namun lebih baik menggunakan kayu-kayu semacam pasania, castanea, cyclobalanopsis, carpinus, atau albasia dan waru. Kayu-kayu ini lebih cepat proses pengomposannya.Untuk daerah yang jauh dari sumber kayu media dapat diganti dengan menggunakan serbuk gergaji. Serbuk gergaji yang digunakan juga bisa dari berbagai macam kayu dan lebih baik bila menggunakan serbuk gergaji dari kayu-kayu lunak. Namun tidak salah bila menggunakan serbuk gergaji kayu-kayu keras seperti jati, borneo, rambutan, atau mahoni. Kayu-kayu dari pohon bergetah pun bisa digunakan. Namun tentu saja diambil dari kayu yang tidak produktif dengan asumsi getahnya sudah hilang.
Penanaman menggunakan kayu gelondongan cara tradisional, dimulai dengan membor atau melubangi kayu dengan diameter 1cm sedalam 2,5-3cm dan jarak lubang masing-masing 10-15cm. Kayu yang digunakan sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu untuk mematikan sel-sel dan menghindarkan tumbuhnya jamur lain yang tidak dikehendaki. Lubang ini lalu diisi bibit jamur sampai penuh. Untuk mengambil bibit, Anda bisa menggunakan tusuk sate atau pinset. Setelah penuh lubang ditutup dengan parafin cair atau kapas bersih.
Penanaman cara konvensional dengan menggunakan media tanam campuran serbuk gergaji masih memerlukan beberapa bahan penunjang lainnya. Untuk 100 kg serbuk gergaji, ditambahkan bahan penujang berupa 10kg (10%) bekatul atau dedak, 0,5kg CaCO3, 1,5kg gips (CaSO4), 0,5kg pupuk TSP, ditambah air sekitar 40-45% dari berat bahan atau tergantung pada kebasahan serbuk dan musim.
CaCO3 sebaiknya dipilih yang berukuran 400 mesh agar reaksi pencampurannya baik. Serbuk gergaji yang digunakan sebaiknya juga diayak terlebih dahulu untuk membersihkan serbuk dari benda-benda tajam yang dapat menusuk kantung plastik nantinya.
Di samping itu bisa juga menggunakan media alternatif berupa sisa kapas atau kertas satu bagian dicampur bekatul 1 bagian. Bekatul yang dipilih benar-benar berupa dedak (kulit ari beras) karena banyak juga beredar bekatul dari sekam yang digiling. Bila bekatul "palsu" ini yang Anda dapatkan, perlu ditambahkan gula sebagai sumber makanan bagi jamur. Sebagai patokan pemberian gula, untuk 100kg serbuk gergaji dan bekatul sepersepuluhnya, maka gula diberikan 0,5persen (0,5kg).
Selain bahan-bahan di atas masih diperlukan peralatan steam atau kukus, timbangan, kompor, lampu bunsen, termometer, higrometer, pinset yang panjangnya 25 cm, sumpit, botol bekas sebagai pemadat media, plastik kantung jenis pp (polipropilen) yang tahan panas dengan ketebalan 0,006-0,008, karet gelang, kapas sisa pemintalan, ring dengan panjang sekitar 4-5cm.
3. Pengomposan
Ada beberapa cara pencampuran media tumbuh jamur shiitake. Pertama adalah secara langsung dan kedua secara bertahap melalui tahap pre pengomposan. Sebelum dicampurkan semua bahan ditimbang sesuai dengan formula. Semua bahan di luar TSP diaduk secara merata. Selanjutnya baru dimasukkan TSP yang sebelumnya telah direndam selama semalam dalam air sebanyak 40-45%. Sebaiknya campuran menggumpal bila dikepal tapi jangan sampai menetes airnya. Campuran inilah yang siap dimasukkan ke kantung.Selain itu cara yang paling praktis adalah dengan mencampur serbuk gergaji, kapur bangunan 2%, dan air sebanyak 20-25% secara merata. Campuran ini lalu dikomposkan selama 3 hari. Selanjutnya semua bahan kering selain TSP dicampurkan ke dalam kompos serbuk gergaji secara merata. Baru ditambahkan dan diaduk rata dengan air larutan TSP sebanyak 20-25%. Bila sudah menggumpal dan tidak meneteskan air bila dikepal berarti media siap dikantungi.
Kondisi pH kompos diukur dengan kertas lakmus. Bila pH di bawah angka 6-7 sebaiknya ditambahkan CaCO3 sedikit demi sedikit sebanyak 1% dahulu dan ditambah air sedikit. Bila masih kurang juga, tambahkan terus CaCO3 sampai pH netral. Sebaliknnya bila terlalu becek, media dapat dihampar di lantai beralaskan plastik hingga didapatkan kondisi ideal.
4. Pengantungan
Campuran yang sudah siap selanjutnya dimasukkan ke dalam kantung plastik pp dan dipadatkan dengan menggunakan pantat botol bekas yang telah diisi pasir. Pada bagian atas kantung lalu dipasang ring atau leher plastik dan dibuat lubang sedalam ¾ tinggi media untuk tempat bibit. Kantung media ini selanjutnya disumbat dengan kapas pemintalan.Untuk mengecek tepat tidaknya campuran yang telah dibuat dapat terlihat dari jumlah kantung yang terisi. Formula kompos yang telah dibuat tadi biasanya menjadi 180 kantung dengan bobot masing-masing 1kg. Bila kantung lebih dari 180 maka dipastikan adonan kompos kurang air. Sebaliknya bila jumlah kantung kurang dari 120 buah maka dipastikan adonan kelebihan air. Bila keadaan ini terjadi maka kompos sebaiknya dikeluarkan kembalu lalu ditambahkan air bila kurang atau dihamparkan bila kelebihan air.
5. Inokulasi Bibit
Setelah pengantungan selesai, selanjutnya dilakukan pasteurisasi dengan cara mengukus kantung-kantung selama 8 jam pada suhu 90-95oC. bila tidak tersedia kukusan dapat juga direbus dalam air mendidih dengan suhu diperkirakan mencapai 95oC selama 4 jam.Setelah dipasteurisasi kantung didinginkan di ruang inokulasi agar tetap steril. Ruang inokulasi juga harus steril. Untuk itu, terlebih dahulu disemprotkan dengan alkohol 96% atau formalin 2% dan ditutup selama 2 hari. Di samping itu, orang yang menginokulasi juga harus bersih.
Dengan bantuan pinset panjang bibit diambil dari dalam botol lalu dimasukkan ke dalam lubang dan permukaan media. Kantung lalu ditutup kembali dengan kapas lain yang kering lalu disimpan dalam ruang bersuhu 25-28oC tanpa terkena sinar matahari. Cahaya baru diberikan setelah 5 minggu inokulasi.
6. Pemeliharaan
Kantung-kantung sebaiknya diletakkan di tempat penanaman berupa rak-rak tersendiri. Secara sederhana rak dapat dibuat dari bambu dengan ukuran 3m x 1m. rangkanya dibuat dari bambu sedangkan raknya dari reng bambu. Jumlah rak bisa dibuat 3 atau 4 hingga bila raknya 3 maka luas tanaman mencapai 9 m2.
Dalam waktu 2 minggu biasanya miselium sudah mulai tumbuh. Bahkan pada hari ke 60-74 miselium sudah menutupi seluruh media. Saat ini adalah saat yang tepat untuk membuka tutup kantung agar pertumbuhan badan buah jamur berjalan sempurna. Bila media terlihat kering, untuk menjaga kelembapan harus disemprot dengan sprayer.
Air penyiram juga tidak sembarangan namun sebaiknya menggunakan air sumur atau pompa. Air ledeng kurang baik karena kandungan klornya dapat menghambat pertumbuhan jamur.
Cahaya yang masuk dalam rak media jangan terlalu banyak, karena jamur sangat peka dengan cahaya. Karenanya, media harus selalu dijaga dengan naungan dari terpaan cahaya matahari langsung.
Bila pasteurisasi dilakukan sempurna, hampir tidak ada penyakit yang menyerang pertumbuhan jamur shiitake. Bila terjadi kontaminasi yang disebabkan bibit, peralatan, ataupun sarana yang kurang bersih maka bagian yang terserang harus segera dibuang agar tidak menular. Sebagai pencegahan maka selama pengerjaan semua peratalan harus bersih.
Bahan tanaman yang tidak ditumbuhi miselium jamur atau kurang penuh miseliumnya sebaiknya dipisahkan atau dibuang saja. Pertumbuhan jamur shiitake semakin berkembang lima hari setelah kantung dibuka. Dalam waktu 2 minggu shiitake siap dipanen.
7. Pemanenan
Bila penanaman telah dilakukan dengan benar, maka pemetikan dapat dilakukan berturut-turut setiap bulan selama 12-16 bulan. Selama pemanenan kebasahan media harus tetap dijaga. Ciri jamur shiitake siap panen terlihat dari payungnya bila diraba bagian bawahnya terasa tidak terlalu mencengkeram. Jamur siap panen ini dipotes tepat pada bagian pangkalnya.Selanjutnya dengan menggunakan pisau tajam tangkai shiitake dan sisa media dipotong. Sebaiknya tangkai tidak disisakan sama sekali dalam media karena dapat membusuk dan mempengaruhi jamur selanjutnya. Begitu dipetik, jamur langsung dimasukkan ke dalam keranjang agar tidak kotor, karena jamur sama sekali tidak adakan dicuci agar tidak cepat membusuk dan tahan lama.
Shiitake kualitas prima tahan disimpan selama 7 hari pada suhu ruang. Pemanenan biasanya diselingi masa istirahat selama 10-14 hari untuk kemudian dipanen lagi hingga 6 kali. Dari satu kantung media bisa diperoleh 130-200g shiitake segar. Karena lamanya panen, setiap pemetikan dapat dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. Jamur kering ini sebaiknya disimpan dalam botol yang tertutup rapat. Begitulah Cara Menanam Jamur Shiitake.