niadi.net - Bintaro lebih 'terkenal' sebagai nama kawasan pemukiman di Jakarta Selatan. Padahal, sejarahnya sebutan itu diambil dari nama tumbuhan pantai yang kini mulai langka.
Bintaro adalah tumbuhan mangrove, yang banyak tumbuh di daerah rawa pinggir pantai dan tepi sungai. Penyebarannya melalui biji yang jatuh ke air, mengapung, menepi dan kemudian tumbuh di tepi sungai. Biji itu kecil sekali, sampai bisa melayang ke tempat yang jauh. Tanaman ini diketahui juga tersebar luas, mulai dari daerah Polinesia, Hongkong, Malaysia, sampai ke India.
Bunganya yang putih kecil, (antara 3-8cm) dihiasi warna merah muda di tenganhnya. Kelopaknya lima dan muncul dari ujung ranting semerbak harumnya. Bentuk buahnya seperti apel berukuran 5-10cm, yang hijau bila masih mud dan merah jambu kehitaman bila sudah tua.
Bijinya mengandung cerberin, se-jenis glukosida yang merupakan racun jantung yang kuat. Namun demikian, minyak biji itu dulu sering digunakan sebagai bahan bakar lampu dan campuran air pemasang benang, supaya zat pewarna yang ditambahkan bisa terserap dengan baik.
Berbagai Sebutan Bintaro yang mulai langka, di Berbagai Daerah "Bintaro" adalah nama dalam bahasa Jawa dan Sunda. Masyarakat Maluku menyebutnya kayu susu, kayu gurita, atau mangga brabu, sedangkan orang Minang menamakannya madang kapo. Orang Ujung Pandang mengenalnya dengan nama lambuto.
Nama Ilmiah bintaro dari family Apocynaceae (Kamboja-kambojaan) ini adalah Cerbera manghas atau C. Lactaria. Dulu terkenal sebagai C. Odollam. Di Jawa Barat tanaman ini sudah mulai sulit ditemui, apalagi di kawasan pemukiman Bintaro. Baik di Bintaro Jaya maupun Bintaro Permai. Tumbuhan ini justru dijumpai di Taman Burung TMII, Kebun Raya Bogor, dan di jalur jalan pemukiman Villa Duta, Bogor. Manfaat Tanaman Bintaro Yang Mulai Langka.
Bintaro adalah tumbuhan mangrove, yang banyak tumbuh di daerah rawa pinggir pantai dan tepi sungai. Penyebarannya melalui biji yang jatuh ke air, mengapung, menepi dan kemudian tumbuh di tepi sungai. Biji itu kecil sekali, sampai bisa melayang ke tempat yang jauh. Tanaman ini diketahui juga tersebar luas, mulai dari daerah Polinesia, Hongkong, Malaysia, sampai ke India.
Untuk Mesiu
Bintaro merupakan pohon yang tingginya mencapai 15cm, dengan diameter batang sekitar 40cm. Kayunya lunak, berwarna putih kotor. Dulu ia sering ditebang untuk dibuat arang atau kayu bakar. Arangnya sangat halus dan ringan sehingga kadang digunakan orang sebagai campuran pembuatan bubuk mesiu.Manfaat Lainnya dari Pohon Bintaro
Daunnya kaku berbentuk gada memanjang, sekitar 15cm. Warnanya hijau tua bila sudah tua, tapi hijau muda cerah bila masih muda. Daun bintaro ini tersusun sebagai roset pada ranting yang kaku. Oleh orang Ambon ia sering dimasak untuk digunakan sebagai obat pencahar yang ringan.Bunganya yang putih kecil, (antara 3-8cm) dihiasi warna merah muda di tenganhnya. Kelopaknya lima dan muncul dari ujung ranting semerbak harumnya. Bentuk buahnya seperti apel berukuran 5-10cm, yang hijau bila masih mud dan merah jambu kehitaman bila sudah tua.
Bijinya mengandung cerberin, se-jenis glukosida yang merupakan racun jantung yang kuat. Namun demikian, minyak biji itu dulu sering digunakan sebagai bahan bakar lampu dan campuran air pemasang benang, supaya zat pewarna yang ditambahkan bisa terserap dengan baik.
Berbagai Sebutan Bintaro yang mulai langka, di Berbagai Daerah "Bintaro" adalah nama dalam bahasa Jawa dan Sunda. Masyarakat Maluku menyebutnya kayu susu, kayu gurita, atau mangga brabu, sedangkan orang Minang menamakannya madang kapo. Orang Ujung Pandang mengenalnya dengan nama lambuto.
Nama Ilmiah bintaro dari family Apocynaceae (Kamboja-kambojaan) ini adalah Cerbera manghas atau C. Lactaria. Dulu terkenal sebagai C. Odollam. Di Jawa Barat tanaman ini sudah mulai sulit ditemui, apalagi di kawasan pemukiman Bintaro. Baik di Bintaro Jaya maupun Bintaro Permai. Tumbuhan ini justru dijumpai di Taman Burung TMII, Kebun Raya Bogor, dan di jalur jalan pemukiman Villa Duta, Bogor. Manfaat Tanaman Bintaro Yang Mulai Langka.