Trending

Gugatan Pilkada 50% Lebih, MK Diminta Lebih Selektif dalam Meloloskan Perkara

Gugatan Pilkada 50% Lebih, MK Diminta Lebih Selektif dalam Meloloskan Perkara

niadi.net — Tahun 2024 menyaksikan gelombang besar gugatan terhadap hasil Pilkada Serentak yang digelar di Indonesia.

Berdasarkan data yang tercatat di laman resmi Mahkamah Konstitusi (MK), sebanyak 52 persen dari hasil Pilkada yang dilaksanakan digugat ke MK, yang berarti lebih dari setengahnya, atau sekitar 284 gugatan, dipermasalahkan oleh pihak-pihak tertentu.

Advokat konstitusi, Viktor Santoso Tandiasa, mengungkapkan keprihatinannya terhadap banyaknya gugatan yang diajukan ke MK. Ia memberikan peringatan kepada MK agar lebih selektif dalam meloloskan perkara terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPK) 2024.

Pasalnya, jumlah gugatan yang begitu besar dapat memberatkan kerja MK jika tidak disaring dengan baik sejak awal.

Viktor menilai, tidak semua gugatan harus dibawa ke Mahkamah Konstitusi, terutama jika sengketa tersebut sebenarnya bisa diselesaikan oleh lembaga penyelenggara Pilkada, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), atau Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

Menurutnya, MK perlu menyeleksi secara ketat perkara-perkara yang masuk, hanya menerima perkara yang memang merupakan kewenangan Mahkamah dan membutuhkan penyelesaian tingkat tinggi.

Bila Mahkamah Konstitusi harus memeriksa semua perkara, maka akan menjadi sangat terbebani. Banyak sengketa yang sudah seharusnya selesai di tingkat penyelenggara Pemilu atau di tingkat administratif lainnya.

Jika semua perkara digugat ke MK, maka bisa dibayangkan betapa beratnya beban yang harus ditanggung oleh Mahkamah Konstitusi.

Sebagai langkah awal, Viktor mengusulkan agar MK memanfaatkan proses dismisal yang diawali dengan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) sebagai instrumen seleksi.

Proses ini bertujuan untuk memilah perkara-perkara yang layak diproses lebih lanjut dan perkara yang sudah seharusnya tidak diterima oleh MK.

Dengan begitu, hanya perkara yang memang membutuhkan pengawasan konstitusional yang akan dilanjutkan ke tahap pemeriksaan pokok perkara dan putusan akhir.

Viktor juga mengingatkan, bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki peran yang sangat vital sebagai penjaga konstitusi dan demokrasi di Indonesia. Untuk itu, ia berharap agar MK tetap menjaga integritas dan kredibilitasnya, sebagaimana yang telah dilakukannya pada pemilu-pemilu sebelumnya.

Viktor menegaskan, bahwa MK harus menjaga muruahnya, seperti yang telah ditunjukkan dalam penanganan Pemilu 2024 kemarin. MK harus tetap menjadi penjaga demokrasi yang tegas, adil, dan bijaksana dalam menangani setiap gugatan yang masuk.

Sebagai informasi, hingga Senin (16/12/2024), Mahkamah Konstitusi telah menerima sebanyak 284 gugatan terkait PHPK 2024. Dari jumlah tersebut, sebanyak 16 perkara berkaitan dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 219 perkara untuk pemilihan bupati dan wakil bupati, dan 49 perkara untuk pemilihan wali kota dan wakil wali kota.

Mengapa Gugatan Pilkada Begitu Banyak?

Banyaknya gugatan yang masuk ke MK dapat dipahami sebagai bagian dari dinamika politik yang terjadi dalam Pilkada 2024. Sebagai ajang pemilihan yang melibatkan banyak calon dan partai politik, Pilkada tidak jarang menjadi arena perebutan kekuasaan yang sangat ketat.

Setiap kekalahan dalam pilkada seringkali menimbulkan rasa ketidakpuasan yang akhirnya mendorong pihak yang merasa dirugikan untuk menggugat hasil pemilihan.

Namun, tidak semua gugatan memiliki dasar hukum yang kuat atau relevansi dengan kewenangan MK. Sebagian besar sengketa bisa saja diselesaikan di tingkat penyelenggara pemilu atau melalui jalur administratif lainnya.

Oleh karena itu, selektivitas dalam menangani gugatan menjadi hal yang sangat penting agar MK tidak terbebani oleh perkara-perkara yang tidak seharusnya diproses lebih lanjut.

Pentingnya Proses Seleksi yang Tepat

Salah satu cara untuk menjaga kualitas keputusan MK adalah dengan memperkuat proses seleksi perkara sejak awal. Jika Mahkamah menerima gugatan yang tidak seharusnya diterima, hal itu dapat mengurangi efisiensi dan kredibilitasnya.

Proses seleksi yang ketat dan transparan akan memastikan hanya perkara yang benar-benar penting dan relevan dengan konstitusi yang diproses lebih lanjut.

Selain itu, penting untuk diingat bahwa MK bukanlah lembaga yang bertugas untuk menangani segala permasalahan terkait Pilkada, apalagi jika masalah tersebut bisa diselesaikan melalui prosedur administratif lainnya.

Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi harus mempertimbangkan dengan matang apakah sebuah gugatan layak untuk diproses lebih lanjut atau tidak.

Tantangan MK dalam Menjaga Integritas

Tantangan terbesar bagi Mahkamah Konstitusi dalam menghadapi banyaknya gugatan Pilkada 2024 adalah menjaga integritas dan kredibilitas lembaga tersebut.

Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengadili sengketa hasil pemilihan, MK harus tetap independen dan tidak terpengaruh oleh tekanan politik apapun.

Oleh karena itu, MK diharapkan tetap menjaga prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam memutuskan setiap gugatan. Jika MK berhasil menjalankan tugasnya dengan baik, maka demokrasi Indonesia akan semakin kokoh dan tercipta sistem politik yang lebih adil dan transparan.

Banyaknya gugatan hasil Pilkada 2024 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi menjadi perhatian serius bagi advokat dan pihak-pihak terkait. Viktor Santoso Tandiasa mengingatkan agar MK lebih selektif dalam memilih perkara yang layak diterima dan diproses.

Proses seleksi yang tepat tidak hanya akan membantu MK mengurangi beban perkara, tetapi juga memastikan bahwa Mahkamah Konstitusi tetap menjalankan perannya sebagai penjaga konstitusi dan demokrasi yang adil dan transparan.

Ke depannya, penting untuk memperkuat sistem seleksi dan penyelesaian sengketa Pilkada agar demokrasi di Indonesia semakin terjaga dengan baik.

Lebih baru Lebih lama

Cek artikel niadinet lainnya via WhatsApp atau Google News

Formulir Kontak