niadi.net — Setelah lebih dari satu dekade beroperasi, aplikasi pesan instan Telegram akhirnya mencatatkan keuntungan untuk pertama kalinya.
Momen ini menjadi pencapaian besar bagi perusahaan yang didirikan oleh Pavel Durov pada 2013.
Dalam pengumuman yang disampaikan melalui media sosial X (sebelumnya Twitter), Pavel Durov, CEO Telegram, mengungkapkan bahwa pendapatan perusahaan pada tahun 2024 berhasil menembus angka 1 miliar dolar AS (sekitar Rp 16,2 triliun).
Angka ini mencerminkan peningkatan hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun 2023, di mana Telegram hanya menghasilkan 342 juta dolar AS (sekitar Rp 5,5 triliun).
Telegram is now profitable 🏆
— Pavel Durov (@durov) December 23, 2024
📈 This year, the number of Telegram Premium subscribers tripled, exceeding 12 million. Our ad revenue also increased a few times. Telegram's total revenue in 2024 surpassed $1 billion, and we are closing the year with more than $500 million in cash…
Faktor Utama di Balik Kesuksesan
Telegram berhasil mencatatkan pertumbuhan signifikan dalam beberapa sektor pendapatannya.
Salah satu pendorong utama adalah peningkatan tajam pada layanan iklan di platform mereka. Meski demikian, Pavel Durov tidak memberikan detail spesifik terkait kontribusi pendapatan dari iklan tersebut.
Selain iklan, layanan berlangganan Telegram Premium juga menjadi motor utama kesuksesan ini. Layanan yang diluncurkan pada 2022 ini menawarkan fitur eksklusif kepada pengguna dengan biaya langganan sekitar 4,99 dolar AS (sekitar Rp 80.782) per bulan.
Jumlah pelanggan layanan ini kini telah melampaui 12 juta pengguna, meningkat tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Tidak hanya itu, Telegram juga memperluas model monetisasinya melalui berbagai inisiatif seperti bagi hasil dengan kreator konten, layanan bisnis berbasis langganan, hingga pengembangan aplikasi mini (Mini Apps).
Selain mencatatkan keuntungan, Telegram juga berhasil melunasi utang perusahaan sebesar 2 miliar dolar AS (sekitar Rp 32,37 triliun). Hal ini memberikan ruang bagi perusahaan untuk fokus pada pengembangan layanan tanpa beban finansial yang besar.
Namun, kesuksesan Telegram tidak lepas dari berbagai tantangan. Aplikasi ini tengah berada di bawah pengawasan ketat sejumlah pemerintah, termasuk di Perancis. Telegram dituding memfasilitasi penyebaran konten berbahaya seperti misinformasi dan pelecehan seksual anak.
Pada Agustus 2024, pemerintah Perancis bahkan melarang Pavel Durov meninggalkan negara tersebut sebagai bagian dari penyelidikan atas dugaan pelanggaran tersebut.
Tak hanya di Perancis, Telegram juga menghadapi tekanan dari Uni Eropa, Rusia, dan Iran, yang mengkritik respons perusahaan dalam menangani konten ilegal di platformnya.
Upaya Telegram Melawan Misinformasi
Menanggapi berbagai tuduhan, Telegram menegaskan komitmennya dalam memerangi penyebaran informasi palsu.
Devon Spurgeon, juru bicara Telegram, menyebutkan bahwa aplikasi ini menyediakan fitur verifikasi untuk membantu pengguna mengenali kanal resmi serta memastikan bahwa konten yang disajikan sesuai dengan preferensi pengguna.
"Kami tidak menggunakan algoritma yang mendorong konten sensasional," jelas Spurgeon. "Fokus kami adalah memberikan kontrol penuh kepada pengguna terhadap konten yang mereka konsumsi."
Keberhasilan Telegram meraup keuntungan dan melunasi utang menunjukkan bahwa model bisnis perusahaan ini mulai menemukan pijakannya.
Meski dihadapkan pada tantangan regulasi, Telegram terus menunjukkan komitmen untuk berkembang dan memberikan layanan yang lebih baik bagi penggunanya.
Pencapaian ini menjadi awal baru bagi Telegram untuk bersaing di pasar aplikasi pesan instan yang semakin kompetitif, sekaligus mempertegas posisinya sebagai platform yang mampu memberikan nilai lebih bagi penggunanya di seluruh dunia.