![ByteDance Tetap Bertahan: TikTok Tidak Akan Dijual ke AS](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhI1BOZXgvNJXhL7B8dqsKfEWh4KO08AiU08qfIiiTnExtecpOk-xb58uDBxfMM3yhzRCjfbro3d7RecqDVN2WdVvdknbk6ItoaoLtciexNfuDCGzg0iCA6mkirIQKY5BU74dFe0nGi8bxDk1FrRjf9WoFPXzAExqipmBMpiXhMmhBf0tXhIyjBvw6ncQNb/s1600-rw/bytedance-tetap-bertahan-tiktok-tidak-akan-dijual-ke-amerika.jpg)
niadi.net — ByteDance, perusahaan induk TikTok, terus berupaya mempertahankan kendali atas aplikasinya agar tetap beroperasi di Amerika Serikat.
Meski menghadapi tekanan dari pemerintah AS, dewan direksi ByteDance menunjukkan ketidakbersediaannya untuk menjual bisnis TikTok kepada entitas Amerika.
Bill Ford, anggota dewan ByteDance sekaligus CEO General Atlantic, menegaskan optimisme perusahaan dalam mencari solusi yang memungkinkan TikTok tetap beroperasi tanpa perlu melakukan divestasi. "Kami yakin akan menemukan alternatif lain untuk menghindari penjualan TikTok," ungkapnya dalam wawancara dengan Detroit News, Jumat (24/1/2025).
Keyakinan tersebut diperkuat oleh pertemuan antara mantan Presiden Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping, yang diyakini akan menghasilkan kesepakatan yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan pemisahan total TikTok dari ByteDance.
Ford juga mengindikasikan kemungkinan adanya perubahan dalam kontrol operasional TikTok tanpa harus mengalihkan kepemilikan.
Sebagaimana dilaporkan oleh GSM Arena, perubahan kontrol ini mengacu pada keterlibatan aktif ByteDance dalam mengelola layanan TikTok agar tetap sesuai dengan regulasi AS tanpa harus melepas kepemilikan.
Pemerintah AS sebelumnya telah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan TikTok untuk dijual atau dihadapkan pada pemblokiran. Namun, pada 22 Januari 2025, mantan Presiden Trump menandatangani perintah eksekutif yang menunda penerapan aturan ini selama 75 hari.
Dengan demikian, ByteDance memiliki waktu hingga 5 April 2025 untuk mencari solusi agar TikTok tetap dapat beroperasi.
Dalam periode ini, TikTok harus mempersiapkan strategi alternatif, baik melalui negosiasi lanjutan dengan pemerintah AS maupun dengan menyesuaikan aspek operasional aplikasinya agar sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Saat ini, aplikasi TikTok masih belum tersedia di Google Play Store dan Apple App Store di AS. Hal ini terjadi setelah layanannya mengalami gangguan selama 12 jam sebelum kembali pulih secara bertahap.
Namun, ByteDance tetap menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan TikTok. Perusahaan harus mengikuti regulasi baru yang telah ditetapkan oleh mantan Presiden Joe Biden, yang mewajibkan divestasi TikTok ke perusahaan AS sebagai syarat kelangsungan operasionalnya di negara tersebut.
Upaya TikTok Melawan Regulasi AS
Keputusan Trump untuk menunda penerapan kebijakan pemblokiran TikTok sempat menuai kritik karena dianggap bertentangan dengan undang-undang yang sebelumnya disahkan oleh Kongres dan didukung oleh Mahkamah Agung.
Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa meskipun ada penangguhan selama 75 hari, TikTok tetap berisiko menghadapi sanksi dalam lima tahun mendatang jika tidak memenuhi persyaratan divestasi yang telah ditetapkan.
Trump sendiri berargumen bahwa tenggat waktu dalam undang-undang sebelumnya tidak realistis, karena keputusan tersebut dibuat sebelum ia kembali dilantik sebagai Presiden AS.
"Saya tidak dapat mengambil keputusan terkait TikTok saat itu karena saya belum dilantik, dan batas waktu yang ditentukan sangat singkat untuk negosiasi yang mendalam," jelasnya.
Oleh sebab itu, ia menginstruksikan Departemen Kehakiman untuk memperpanjang tenggat waktu agar pemerintah AS memiliki waktu yang cukup untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya.
Langkah ByteDance untuk mempertahankan kepemilikan TikTok menunjukkan strategi perusahaan dalam menghadapi tekanan dari pemerintah AS.
Dengan waktu tambahan yang diberikan, perusahaan memiliki peluang untuk merancang pendekatan baru guna memenuhi regulasi AS tanpa harus melepaskan kendali penuh atas TikTok.
Saat ini, hasil akhir dari negosiasi ini masih belum jelas. Apakah ByteDance akan mampu menemukan solusi alternatif yang dapat diterima oleh pemerintah AS atau harus mengikuti regulasi yang ada, masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab.
Namun, yang pasti, perusahaan tetap berupaya keras untuk menjaga TikTok sebagai bagian dari ekosistemnya dan mempertahankan keberadaannya di pasar global.