
niadi.net — Pemerintah Amerika Serikat melalui saluran intelijen baru-baru ini memperingatkan bahwa Israel mungkin akan melancarkan serangan preemptif terhadap program nuklir Iran dalam waktu dekat, kemungkinan besar sebelum pertengahan tahun 2025.
Laporan yang disampaikan oleh The Washington Post pada 12 Februari 2025, mengungkapkan bahwa intelijen AS memprediksi serangan tersebut dapat terjadi, mengingat ketegangan yang terus meningkat di kawasan Timur Tengah terkait ambisi nuklir Iran.
Laporan tersebut mencatat bahwa meskipun serangan ini diharapkan dapat memperlambat pengembangan nuklir Iran, potensi konsekuensinya cukup besar, dengan kemungkinan eskalasi konflik yang meluas di kawasan tersebut.
Latar Belakang dan Alasan Serangan
Serangan yang dimaksud adalah sebuah upaya preemptif oleh Israel untuk menghancurkan fasilitas nuklir Iran, yang dianggap sebagai ancaman langsung bagi keamanan nasional mereka.
Program nuklir Iran, yang telah menjadi pusat ketegangan selama beberapa dekade, selalu menjadi perhatian utama bagi Israel, yang merasa terancam oleh potensi pengembangan senjata nuklir oleh Teheran.
Meskipun pemerintah Israel tidak memberikan komentar resmi terkait laporan ini, intelijen yang dirilis oleh AS menunjukkan bahwa Israel melihat adanya peluang untuk melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, khususnya yang terletak di Fordow dan Natanz, yang selama ini menjadi sasaran utama dalam rencana serangan mereka.
Fasilitas-fasilitas ini dipandang sebagai bagian integral dari program nuklir Iran dan, jika dihancurkan, diharapkan dapat memperlambat atau menghentikan kemajuan Iran dalam mengembangkan senjata nuklir.
Waktu yang Tepat untuk Serangan

Laporan tersebut juga mencatat bahwa serangan semacam itu diperkirakan akan terjadi sebelum pertengahan tahun 2025. Intelijen AS menyebutkan bahwa serangan ini akan dimungkinkan mengingat Israel telah merasa lebih percaya diri setelah serangan udara yang dilakukan pada Oktober 2024, yang diyakini telah melemahkan kemampuan pertahanan udara Iran.
Para pejabat yang mengetahui rincian intelijen tersebut mengungkapkan bahwa Iran kini lebih rentan terhadap serangan lanjutan akibat kerusakan signifikan yang ditimbulkan pada sistem pertahanan udara mereka.
Ketegangan antara Israel dan Iran semakin meningkat seiring dengan perkembangan situasi di Gaza, di mana kedua negara saling terlibat dalam serangan militer yang tidak terhindarkan.
Ketegangan ini juga dipicu oleh kebijakan luar negeri yang sangat berbeda antara pemerintahan Amerika Serikat saat ini di bawah Presiden Donald Trump dan masa pemerintahan sebelumnya di bawah Barack Obama.
Pemerintahan Trump, meskipun berusaha menekan Iran dengan sanksi dan tindakan keras, pada dasarnya lebih memilih pendekatan diplomatik untuk menyelesaikan masalah nuklir ini.
Reaksi Internasional
Meskipun laporan intelijen tersebut tidak mendapatkan tanggapan resmi dari pihak Israel, CIA, atau Badan Intelijen Pertahanan AS, namun beberapa pejabat di Gedung Putih telah mengungkapkan pandangan mereka mengenai potensi serangan ini.
Brian Hughes, juru bicara Dewan Keamanan Nasional, menyatakan bahwa Presiden Donald Trump tidak akan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir, meskipun ia lebih mendukung diplomasi daripada penggunaan kekuatan militer.
Trump sendiri mengungkapkan dalam sebuah wawancara dengan Fox News bahwa ia lebih memilih untuk mencapai kesepakatan dengan Iran untuk menghindari potensi konflik bersenjata yang dapat merugikan kedua belah pihak.
Namun, ia juga menekankan bahwa jika Iran terus menolak untuk bernegosiasi, tindakan militer bisa menjadi pilihan yang tidak bisa dihindari. Trump menambahkan bahwa meskipun Israel mungkin akan mengambil tindakan sendiri, ia berharap hal itu tidak terjadi.
Implikasi Serangan Terhadap Iran
Jika serangan benar-benar terjadi, dampaknya dapat sangat besar tidak hanya bagi Iran dan Israel, tetapi juga bagi seluruh kawasan Timur Tengah dan dunia secara umum.
Pertama, serangan ini kemungkinan besar akan memicu eskalasi kekerasan yang lebih luas antara Iran dan Israel, dengan kemungkinan melibatkan kelompok-kelompok sekutu kedua negara yang tersebar di seluruh kawasan.
Iran mungkin akan merespons dengan serangan balasan terhadap Israel atau bahkan negara-negara Barat yang dianggap terlibat dalam mendukung Israel.
Kedua, serangan terhadap fasilitas nuklir Iran dapat mengubah dinamika geopolitik di Timur Tengah. Negara-negara seperti Rusia dan China, yang memiliki kepentingan strategis di wilayah tersebut, bisa jadi akan terlibat dalam upaya diplomatik untuk meredakan ketegangan, meskipun keduanya memiliki hubungan yang rumit dengan Iran.
Sementara itu, negara-negara Eropa, yang sebelumnya terlibat dalam perjanjian nuklir dengan Iran, kemungkinan akan memandang serangan ini sebagai langkah yang dapat merusak upaya diplomatik yang telah dilakukan selama bertahun-tahun.
Konteks Perjanjian Nuklir Iran

Penting untuk memahami bahwa ketegangan ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Pada masa pemerintahan Barack Obama, Amerika Serikat bersama negara-negara besar lainnya (Inggris, Perancis, dan Jerman) sempat mencapai kesepakatan dengan Iran dalam bentuk Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada tahun 2015, yang bertujuan untuk membatasi program nuklir Iran dengan imbalan pengurangan sanksi internasional.
Namun, pada 2018, Presiden Donald Trump menarik diri dari kesepakatan ini, menangguhkan berbagai kewajiban yang telah disepakati sebelumnya, dan kembali memberlakukan sanksi berat terhadap Iran.
Keputusan ini memicu ketegangan lebih lanjut, dengan Iran kembali memperkaya uranium dan mengurangi kepatuhan terhadap perjanjian tersebut.
Sejak saat itu, Iran semakin maju dalam pengembangan teknologi nuklirnya, sementara Amerika Serikat dan sekutunya mencoba untuk memaksa Iran kembali ke meja perundingan.
Laporan intelijen yang diperoleh oleh The Washington Post mengindikasikan bahwa meskipun negosiasi nuklir di Jenewa terus berlanjut, hasilnya belum menunjukkan tanda-tanda kesepakatan yang konkret.
Iran, yang dipimpin oleh Presiden Ebrahim Raisi, tampaknya belum siap untuk membuat konsesi besar terkait program nuklirnya, sementara negara-negara Barat tetap mendesak agar Iran menghentikan aktivitas nuklir yang dianggap membahayakan perdamaian global.
Meskipun serangan Israel terhadap Iran mungkin masih berupa kemungkinan, potensi dampak dari tindakan tersebut cukup besar dan dapat memicu perang terbuka di Timur Tengah.
Dengan ketegangan yang sudah memuncak dan program nuklir Iran yang terus berkembang, situasi ini semakin mendekati titik kritis yang dapat mempengaruhi stabilitas kawasan dan hubungan internasional.
Terlepas dari apapun langkah yang diambil, dunia harus siap menghadapi implikasi dari keputusan-keputusan yang akan datang terkait nasib program nuklir Iran, serta bagaimana negara-negara besar akan merespons untuk mencegah konflik yang lebih luas.