Trending

Pengurus BPI Danantara Kebal Hukum Walau Merugi?

Pengurus BPI Danantara Kebal Hukum dan Tanggung Jawab Walau Merugi?
tempo.co

niadi.net — Dalam dunia bisnis dan investasi, risiko kerugian selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan. Oleh karena itu, penting untuk memiliki regulasi yang jelas mengenai tanggung jawab pengelola dana atau aset yang dikelola oleh lembaga negara.

Salah satu isu yang kini menjadi perhatian publik adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang mengatur mengenai pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

RUU ini mencakup ketentuan yang memungkinkan pengurus dan pegawai BPI Danantara untuk terbebas dari tanggung jawab hukum meskipun terjadi kerugian dalam pengelolaan dana dan aset yang dipercayakan kepada mereka.

Aturan ini tertuang dalam Pasal 3Y RUU BUMN yang telah dibahas dalam sidang paripurna DPR dan dinyatakan sah menjadi bagian dari undang-undang pada Februari 2025.

Pasal tersebut mengatur bahwa pengurus dan pegawai BPI Danantara, termasuk Menteri BUMN, Dewan Pengawas, dan Badan Pelaksana, tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum jika terjadi kerugian, dengan catatan mereka dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan dalam pengelolaan.

Hal ini menciptakan ruang yang luas bagi pengurus BPI Danantara untuk menghindari akibat hukum apabila ada kegagalan dalam pengelolaan aset negara.

Namun, meskipun pengurus dan pegawai BPI Danantara memiliki kesempatan untuk lolos dari tanggung jawab hukum, terdapat sejumlah persyaratan yang harus mereka penuhi untuk membuktikan bahwa kerugian yang terjadi bukan akibat kelalaian mereka.

Setidaknya ada empat kriteria yang harus dipenuhi oleh pengurus BPI Danantara agar mereka terbebas dari tuntutan hukum. Kriteria pertama adalah bahwa kerugian yang terjadi bukan disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugas.

Kedua, mereka harus menunjukkan bahwa mereka telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian sesuai dengan tujuan dan prinsip investasi yang ditetapkan.

Ketiga, pengurus dan pegawai BPI Danantara harus membuktikan bahwa mereka tidak memiliki benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan investasi.

Terakhir, mereka juga harus menunjukkan bahwa mereka tidak memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah dari kegiatan pengelolaan yang dilakukan.

Ketentuan semacam ini bukan hanya berlaku bagi BPI Danantara, tetapi juga diterapkan dalam pengelolaan BUMN lainnya, sesuai dengan Pasal 9F dalam draf RUU BUMN.

Pasal ini memberikan perlindungan serupa bagi Direksi dan Dewan Pengawas BUMN agar mereka tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian yang dialami oleh perusahaan, dengan catatan bahwa kerugian tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian mereka dan bahwa mereka telah menjalankan tugas dengan itikad baik, serta menghindari benturan kepentingan.

Namun, meski ketentuan tersebut memberikan ruang bagi pengurus BPI Danantara dan pengelola BUMN lainnya untuk menghindari tanggung jawab hukum, banyak yang mempertanyakan dampaknya terhadap akuntabilitas dan transparansi pengelolaan BUMN di Indonesia.

Apakah penghapusan tanggung jawab hukum ini akan memicu kelalaian dalam pengelolaan dana negara, atau malah memberikan peluang bagi pengurus untuk tidak terlalu khawatir akan akibat hukum dari keputusan-keputusan yang mereka buat?

Di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa ketentuan ini penting untuk menjaga stabilitas manajemen dan mendorong pengelolaan yang lebih berani, terutama dalam proyek-proyek besar yang mengandung risiko tinggi.

Secara lebih luas, regulasi ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk mengoptimalkan pengelolaan BUMN dan memastikan bahwa pengelolaannya tidak terhambat oleh ketakutan akan tuntutan hukum yang berlebihan.

Pasalnya, mengelola BUMN dan aset negara memerlukan pengambilan keputusan yang cepat dan berani, terutama dalam dunia bisnis yang dinamis.

Oleh karena itu, para pengurus BPI Danantara, termasuk Menteri BUMN dan Dewan Pengawas, diharapkan dapat mengambil keputusan strategis yang berorientasi pada masa depan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Namun, meskipun pengurus BPI Danantara bisa terhindar dari tuntutan hukum, keberadaan ketentuan tersebut tetap menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana kewenangan dan tanggung jawab mereka untuk mengelola dana negara dengan sebaik-baiknya.

Ketika pengelolaan dana dan aset negara dilakukan oleh lembaga yang tidak sepenuhnya terikat pada kewajiban hukum, ada kemungkinan bahwa mekanisme kontrol dan pengawasan menjadi lebih lemah.

Hal ini tentu memerlukan perhatian serius dari pemerintah, masyarakat, dan lembaga legislatif untuk memastikan bahwa pengelolaan BUMN, termasuk di bawah naungan BPI Danantara, tetap berjalan dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi.

Selain itu, perlu juga diperhatikan apakah peraturan yang memberi kebebasan dari tanggung jawab hukum ini akan mempengaruhi kualitas pengelolaan investasi yang dilakukan oleh BPI Danantara.

Jika pengurus BPI Danantara merasa terlalu terlindungi dari akibat hukum, apakah mereka akan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, atau justru akan lebih berani dalam membuat keputusan-keputusan yang berisiko tinggi namun berpotensi memberikan keuntungan besar bagi negara? Tentunya, ini menjadi pertanyaan yang penting untuk dijawab dalam perjalanan BPI Danantara ke depan.

BPI Danantara sendiri memiliki peran strategis yang sangat penting dalam pengelolaan BUMN di Indonesia. Dalam deklarasi pendirian yang dilakukan oleh Menteri BUMN Erick Thohir, BPI Danantara diharapkan mampu melakukan konsolidasi terhadap BUMN dan mengoptimalkan pengelolaan dividen serta investasi, yang pada gilirannya dapat berkontribusi pada perekonomian Indonesia.

Dalam konteks ini, keberhasilan BPI Danantara bukan hanya tergantung pada kebijakan pemerintah dan pengurusnya, tetapi juga pada sejauh mana lembaga ini mampu menjaga tata kelola yang baik, menghindari potensi penyalahgunaan wewenang, dan memastikan bahwa kepentingan negara dan masyarakat tetap menjadi prioritas utama.

Kesimpulannya, meskipun ketentuan dalam RUU BUMN yang membebaskan pengurus BPI Danantara dari pertanggungjawaban hukum atas kerugian dapat dilihat sebagai upaya untuk memberikan ruang lebih luas bagi pengambilan keputusan yang strategis, hal ini juga menimbulkan berbagai tantangan dalam hal akuntabilitas dan pengawasan.

Ke depan, penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk memastikan bahwa pengelolaan BPI Danantara berjalan dengan transparansi dan efisiensi yang tinggi, serta tidak mengorbankan kepentingan negara demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.

engan demikian, meskipun BPI Danantara memiliki potensi besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, pengelolaannya harus tetap mempertahankan prinsip-prinsip tata kelola yang baik untuk menghindari potensi kerugian yang dapat merugikan negara.

Lebih baru Lebih lama
Cek berita dan artikel menarik niadinet lainnya melalui Google News dan WhatsApp

Formulir Kontak