
niadi.net — Bank Dunia mengungkapkan bahwa Indonesia mengalami kehilangan potensi penerimaan pajak sebesar Rp 944 triliun dalam kurun waktu lima tahun, yakni antara 2016 hingga 2021.
Jumlah ini setara dengan 6,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan mencerminkan adanya celah dalam sistem perpajakan yang perlu diperbaiki.
Laporan terbaru yang dirilis oleh Bank Dunia bertajuk Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia menyoroti dua faktor utama yang menyebabkan hilangnya potensi pajak tersebut, yaitu kesenjangan kebijakan (policy gap) dan kesenjangan kepatuhan (compliance gap) dalam pengumpulan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan.
Rincian Kehilangan Potensi Pajak
Berdasarkan laporan tersebut, potensi pajak yang hilang dari PPN mencapai rata-rata Rp 525 triliun, yang terdiri dari Rp 387 triliun akibat ketidakpatuhan wajib pajak dan Rp 138 triliun yang disebabkan oleh kebijakan yang ada.
Sementara itu, PPh Badan yang tidak tergali secara optimal diperkirakan mencapai Rp 419 triliun, dengan rincian Rp 161 triliun berasal dari ketidakpatuhan dan Rp 258 triliun dari kebijakan perpajakan.
Jika ditotal, kehilangan potensi penerimaan pajak dalam periode lima tahun terakhir mencapai hampir satu kuadriliun rupiah. Angka ini cukup signifikan mengingat kebutuhan negara dalam membiayai pembangunan infrastruktur, program kesejahteraan, dan sektor-sektor strategis lainnya.
Faktor Penyebab Rendahnya Penerimaan Pajak
Ketidakpatuhan wajib pajak menjadi penyebab dominan dalam minimnya penerimaan PPN. Banyak pelaku usaha maupun individu yang tidak melaporkan transaksi mereka secara transparan, sehingga mengurangi jumlah pajak yang seharusnya disetorkan kepada negara.
Di sisi lain, penerimaan PPh Badan tidak optimal akibat kebijakan pajak yang longgar. Pemerintah memberikan berbagai insentif perpajakan dengan tujuan untuk mendorong investasi dan mendukung usaha kecil dan menengah (UKM).
Beberapa kebijakan yang berkontribusi terhadap kesenjangan penerimaan PPh Badan antara lain:
- Penurunan tarif pajak untuk perusahaan dengan omzet tidak lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun.
- Diskon tarif pajak bagi perusahaan kecil dengan omzet tahunan hingga Rp 50 miliar.
- Pengurangan tarif pajak bagi perusahaan yang sudah melantai di bursa saham.
Meskipun kebijakan ini dirancang untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, dampaknya justru mengurangi potensi penerimaan negara. Bank Dunia mencatat bahwa kesenjangan kepatuhan dan kebijakan ini berkontribusi terhadap 58 persen dari total pajak yang hilang.
Perbandingan Internasional
Menurut laporan Bank Dunia, rasio ketidakpatuhan pajak di Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia maupun secara global. Kesenjangan kepatuhan yang besar mencerminkan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan dan penegakan hukum perpajakan.
Sementara itu, kesenjangan kebijakan relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara lain, menunjukkan bahwa reformasi perpajakan yang dilakukan pemerintah sudah cukup baik namun masih perlu disempurnakan.
Solusi untuk Mengurangi Kesenjangan Pajak
Agar Indonesia dapat meningkatkan penerimaan pajaknya, diperlukan langkah-langkah strategis untuk menutup kesenjangan pajak yang ada. Beberapa solusi yang bisa diterapkan antara lain:
1. Penguatan sistem pengawasan dan sanksi
- Meningkatkan transparansi dalam pelaporan pajak.
- Memperketat pengawasan terhadap wajib pajak yang berisiko tinggi.
- Memberikan sanksi tegas bagi pelaku penghindaran pajak.
2. Digitalisasi Sistem Perpajakan
- Memanfaatkan teknologi digital untuk mempermudah pelaporan pajak.
- Mengintegrasikan data perpajakan dengan sektor perbankan dan instansi terkait.
- Menggunakan kecerdasan buatan untuk mendeteksi anomali dalam pelaporan pajak.
3. Reformasi Kebijakan Pajak
- Meninjau kembali insentif pajak yang terlalu longgar.
- Mengoptimalkan kebijakan perpajakan agar tetap mendukung investasi tanpa mengorbankan penerimaan negara.
- Menyesuaikan tarif pajak sesuai dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan fiskal.
4. Edukasi dan Sosialisasi Pajak
- Meningkatkan kesadaran wajib pajak tentang pentingnya kontribusi mereka terhadap pembangunan nasional.
- Memberikan edukasi kepada pelaku usaha tentang kewajiban pajak yang harus dipenuhi.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan potensi penerimaan pajak yang selama ini hilang dapat dikurangi, sehingga negara memiliki lebih banyak sumber daya untuk mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Kehilangan potensi pajak sebesar Rp 944 triliun dalam lima tahun menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem perpajakan Indonesia. Ketidakpatuhan wajib pajak dan kebijakan perpajakan yang kurang optimal menjadi faktor utama dalam permasalahan ini.
Oleh karena itu, pemerintah perlu memperkuat pengawasan, melakukan digitalisasi perpajakan, mereformasi kebijakan, serta meningkatkan edukasi kepada masyarakat agar kesadaran pajak meningkat. Dengan demikian, penerimaan negara dapat lebih optimal dan pembangunan nasional dapat berjalan lebih baik.