Trending

Apple Pernah Diselamatkan Musuhnya: Rahasia Kelam di Balik Raksasa Teknologi

Apple Pernah Diselamatkan Musuhnya: Rahasia Kelam di Balik Raksasa Teknologi
raconteur.net

niadi.net — Apple adalah salah satu perusahaan teknologi paling ikonik dan paling bernilai di dunia saat ini. Namun, kesuksesan yang terlihat sekarang tidak datang secara instan.

Di balik iPhone yang mendunia, Apple Watch yang canggih, dan MacBook yang jadi simbol gaya hidup modern, ada kisah nyaris tenggelam dan bangkit dari ambang kehancuran.

Bahkan, siapa sangka, perusahaan ini pernah harus meminta tolong ke pesaing terbesarnya: Microsoft.

Awal Mula Apple: Nama Sederhana, Visi Besar

Apple lahir dari kombinasi ketertarikan terhadap teknologi dan insting branding yang tajam. Nama "Apple" sendiri bukan hasil riset pasar panjang atau strategi pemasaran yang rumit.

Steve Jobs, sang pendiri, hanya terinspirasi dari buah favoritnya. Namun, pilihan nama ini punya efek besar—terdengar sederhana, ramah, dan berbeda dari citra komputer yang saat itu cenderung rumit dan teknis. Di masa itu, perusahaan teknologi punya nama kaku, Apple justru tampil santai.

Jobs dan rekan pendirinya, Steve Wozniak, sempat mencoba mencari nama lain yang terdengar lebih teknis. Tapi tak satu pun mengalahkan kesan "fresh" dari Apple.

Bahkan, urutan huruf ‘A’ di Apple membuatnya muncul lebih awal dari Atari—mantan tempat kerja Jobs—di daftar direktori.

Logo yang Gigitannya Mengandung Makna

Logo pertama Apple jauh dari desain minimalis yang kita kenal sekarang. Tahun 1976, Ronald Wayne—pendiri ketiga Apple yang akhirnya mundur—merancang logo bergaya klasik: Isaac Newton duduk di bawah pohon apel.

Terlalu rumit, tidak praktis. Setahun kemudian, logo diganti jadi apel tergigit dengan warna pelangi. Desain ini ikonik dan lebih mudah dikenali.

Gigitan di logo itu bukan tanpa alasan. Perancangnya, Rob Janoff, mengaku bahwa itu untuk menghindari kesalahpahaman—agar orang tahu itu apel, bukan tomat atau ceri.

Gigitan itu juga simbol bahwa produk Apple bisa "dinikmati" oleh semua orang, bukan hanya teknisi.

Dari Garasi ke Bursa Saham

Perjalanan Apple dimulai di sebuah garasi. Jobs dan Wozniak membangun komputer pertama mereka, Apple I, dari nol. Untuk modal, Jobs menjual mobil VW Microbus-nya, Woz menjual kalkulator scientific miliknya.

Dengan semangat DIY (do it yourself), mereka menyolder sendiri papan sirkuit dan menjual komputer rakitan itu seharga 666,66 dolar AS.

Apple I hanya diproduksi dalam jumlah kecil. Tapi respons pasar cukup baik untuk melahirkan Apple II, lalu Apple III. Inovasi mereka cepat.

Pada 1980, Apple sudah cukup besar untuk melantai di bursa saham, menawarkan jutaan lembar saham perdana dan mengumpulkan modal besar.

Macintosh dan Kisah Pahit di Baliknya

Apple ingin menciptakan komputer personal yang bisa diakses semua orang, bukan hanya profesional atau akademisi. Maka, lahirlah Macintosh pada 1984, komputer pertama Apple dengan antarmuka grafis (GUI) dan mouse.

Walau bukan yang pertama secara teknis, Macintosh adalah yang pertama dikomersialkan secara luas.

Tapi ada masalah: performanya lambat. Harga jualnya, meski lebih murah dari pendahulunya Lisa, masih tinggi. Di pasar, Macintosh dianggap mainan mahal, bukan alat produktif. Penjualan mengecewakan.

Di internal Apple, ketegangan meningkat. Steve Jobs berselisih paham dengan CEO John Sculley. Hasilnya: Jobs didepak dari perusahaan yang ia dirikan sendiri.

Sementara itu, Wozniak pun hengkang. Ia merasa semangat awal Apple sebagai perusahaan inovatif mulai tergeser oleh urusan bisnis semata.

Keterpurukan Apple: Produk Gagal Bertubi-Tubi

Tanpa Jobs dan Wozniak, Apple limbung. Beberapa produk yang diluncurkan di tahun 1990-an gagal total.

Ada kamera digital Apple QuickTake, pemutar CD Apple PowerCD, bahkan konsol game Apple Bandai Pippin. Tidak ada yang berhasil menarik pasar.

Sistem operasi Apple juga mulai tertinggal dari Windows. Perusahaan mencoba membuat banyak perubahan dan bereksperimen, tapi hasilnya nihil.

Produk tak laku, pemasukan menurun, citra perusahaan merosot.

Tahun 1996, Apple benar-benar berada di ujung tanduk. CEO saat itu, Gil Amelio, memutuskan untuk membeli perusahaan NeXT—perusahaan yang didirikan Jobs setelah keluar dari Apple.

Tak disangka, pembelian itu bukan hanya soal teknologi. Itu juga membawa pulang Steve Jobs ke dalam rumah lamanya.

Diselamatkan oleh Pesaing: Microsoft Turun Tangan

Kepulangan Jobs tidak langsung memperbaiki kondisi. Apple masih berdarah-darah. Dalam situasi terdesak, Jobs melakukan langkah mengejutkan: menghubungi Bill Gates.

Kala itu, Microsoft sudah jauh lebih besar dan dominan, terutama lewat sistem operasi Windows. Namun, Gates setuju menyuntikkan dana 150 juta dolar AS ke Apple.

Sebagai imbalannya, Apple berkomitmen menggunakan Microsoft Office di Mac dan menghentikan gugatan hukum terkait hak cipta.

Dunia terkejut. Bagaimana mungkin Microsoft—kompetitor utama Apple—menolong musuhnya? Tapi keputusan itu menyelamatkan Apple dari kebangkrutan.

Jobs, yang sebelumnya didepak, kini kembali sebagai penyelamat.

Kelahiran Kembali: iMac, iPod, dan iPhone

Tak butuh waktu lama, Jobs menunjukkan pengaruhnya. Tahun 1998, Apple merilis iMac, komputer all-in-one dengan desain futuristik dan warna-warni yang mencolok.

Produk ini laku keras. iMac membawa semangat baru: bahwa komputer bisa menyenangkan, bukan hanya fungsional.

Tiga tahun kemudian, Apple memperkenalkan iPod. Pemutar musik ini mengubah cara orang mendengarkan lagu dan menghancurkan dominasi Walkman.

Lalu, pada 2007, Jobs memperkenalkan iPhone—ponsel pintar tanpa tombol fisik, layar sentuh penuh, dan konsep App Store.

Langkah ini dianggap revolusioner. Banyak perusahaan ponsel besar saat itu menertawakan ide iPhone. Tapi kenyataannya, iPhone bukan hanya sukses—ia mendefinisikan ulang apa itu ponsel.

Bahkan kini, bentuk smartphone modern adalah hasil dari cetakan desain iPhone pertama.

iPhone juga jadi pintu masuk ke berbagai sektor baru: aplikasi, media sosial, layanan transportasi online, bahkan fintech.

Setelah Jobs: Apple di Era Tim Cook

Steve Jobs wafat pada 2011 karena kanker. Tapi sebelum itu, dia memastikan Apple punya struktur yang kuat. Tampuk kepemimpinan kemudian berpindah ke Tim Cook.

Cook tidak berkarisma seperti Jobs, tapi punya keahlian manajemen luar biasa. Di bawah pimpinannya, Apple merilis banyak produk baru—seperti Apple Watch, AirPods, HomePod, dan Apple TV.

Apple juga memperluas layanannya ke sektor lain seperti streaming, cloud, dan layanan keuangan.

Sukses iPhone pun terus berlanjut, dari seri ke seri, hingga iPhone 16 yang terbaru. Setiap generasi membawa inovasi baru, walau tidak selalu radikal seperti era Jobs.

Dulu Diselamatkan, Kini Mengungguli

Ironisnya, perusahaan yang pernah ditolong Microsoft itu kini jauh melampaui penyelamatnya. Pada awal 2025, valuasi Apple pernah menyentuh 3,3 triliun dolar AS—nyaris dua kali lipat dari Microsoft.

Perjalanan Apple adalah cerita langka dalam dunia bisnis: dari garasi kecil, hampir bangkrut, ditolong pesaing, hingga menjadi raksasa teknologi.

Tapi yang paling mencolok adalah kemampuan Apple untuk terus relevan dan menjadi pemimpin tren di tengah industri yang cepat berubah.

Dan semuanya dimulai dari sebuah buah.

Lebih baru Lebih lama
Apakah tulisan ini bermanfaat? Support kami dengan share tulisan ini dan traktir kopi disini.
Cek berita dan artikel menarik niadinet lainnya melalui saluran WhatsApp

Formulir Kontak