Trending

Dapur MBG Tutup, Uang Hilang: Ada Apa dengan Program Makan Gratis di Kalibata?

Dapur MBG Tutup, Uang Hilang: Ada Apa dengan Program Makan Gratis di Kalibata?
kompas.com

niadi.netProgram Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai solusi pemenuhan gizi masyarakat di wilayah Kalibata, Jakarta Selatan, kini berada dalam sorotan tajam.

Salah satu dapur yang sebelumnya aktif menyuplai ribuan porsi makanan setiap harinya kini tak lagi beroperasi.

Bukan karena kehabisan bahan makanan atau kekurangan relawan—melainkan karena urusan dana yang tak kunjung dibayarkan, dugaan penggelapan, hingga konflik internal antara mitra pelaksana dan pihak yayasan.

Dapur Sunyi Setelah Ribuan Porsi

Sejak Februari 2025, dapur MBG di Kalibata dikelola oleh Ira Mesra, seorang mitra pelaksana yang bekerja sama dengan Yayasan Media Berkat Nusantara (MBN) dan Satuan Pelayanan dan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Dapur ini bukan dapur kecil-kecilan—selama masa operasionalnya, tercatat sebanyak 65.025 porsi makanan telah disalurkan kepada berbagai kelompok penerima manfaat, termasuk anak-anak PAUD, TK, RA, hingga siswa SD.

Namun semua kegiatan itu harus dihentikan sejak akhir Maret 2025. Bukan karena tidak ada lagi kebutuhan akan makanan bergizi, tapi karena satu hal mendasar: uang operasional tidak pernah cair.

Dana Tak Kunjung Datang, Biaya Ditanggung Sendiri

Seluruh kegiatan operasional, mulai dari pembelian bahan makanan, pembayaran gaji juru masak, sewa tempat, hingga tagihan listrik dan kebutuhan dapur lainnya, ditanggung oleh Ira dari kantong pribadi.

Tak tanggung-tanggung, jumlah kerugian yang ditanggungnya hampir menyentuh angka Rp1 miliar, tepatnya Rp975.375.000.

"Klien saya tidak menerima satu rupiah pun dari pihak yayasan sejak awal kerja sama dimulai," ujar Danna Harly, kuasa hukum Ira.

Ia menyebut bahwa beban keuangan terus menumpuk tanpa ada kejelasan kapan akan dibayar. Bahkan setelah dua tahap program selesai, tidak ada satu pun pembayaran yang diterima.

Dana Ada, Tapi Tidak Sampai

Ironisnya, menurut Harly, Yayasan MBN sebenarnya sudah menerima kucuran dana sebesar Rp386.500.000 dari Badan Gizi Nasional (BGN), lembaga yang menaungi program MBG secara nasional.

Namun dana tersebut tak pernah diteruskan kepada dapur MBG Kalibata, yang justru menjadi ujung tombak pelaksanaan program.

Saat Ira mencoba menagih haknya, muncul kejutan lain. Yayasan MBN justru mengklaim bahwa Ira masih memiliki "utang" sebesar Rp45.314.249. Klaim ini merujuk pada invoice pembelian barang yang menurut yayasan digunakan untuk kepentingan dapur.

Namun Ira membantah klaim tersebut. Ia menegaskan bahwa semua pembelian dan kegiatan operasional dilakukan secara mandiri, tanpa bantuan atau intervensi dari pihak yayasan. Artinya, tidak logis jika Ira dianggap memiliki utang atas sesuatu yang tidak pernah ia minta atau gunakan.

"Semua pembelian barang dan pengadaan kebutuhan dilakukan langsung oleh Ibu Ira. Tidak ada keterlibatan yayasan dalam hal itu," tegas Harly.

Potongan Misterius: Rp2.500 Per Porsi

Masalah tak berhenti sampai di situ. Di tengah masa operasional, harga per porsi makanan yang sebelumnya disepakati sebesar Rp15.000, tiba-tiba diubah sepihak oleh yayasan menjadi Rp13.000.

Lebih parahnya lagi, baik dari harga awal maupun harga baru, ada pemotongan tambahan sebesar Rp2.500 per porsi, yang lagi-lagi dilakukan tanpa diskusi atau persetujuan dari pihak dapur.

Akibatnya, nilai yang seharusnya diterima oleh Ira sebagai mitra dapur hanya Rp12.500 atau bahkan hanya Rp10.500 per porsi. Padahal, biaya produksi di lapangan tidak berkurang. Tidak ada pengurangan harga bahan baku, sewa tempat, atau gaji tenaga kerja.

"Setelah dipotong, dari Rp15.000 jadi Rp12.500, dan dari Rp13.000 jadi hanya Rp10.500. Padahal biaya kami tetap, tidak ada yang berubah," ungkap Harly.

Somasi, Gugatan, dan Laporan Polisi

Tidak adanya kejelasan dari pihak yayasan dan kegagalan dalam mediasi membuat Ira akhirnya mengambil langkah hukum. Pada 10 April 2025, ia resmi melaporkan Yayasan MBN ke Polres Metro Jakarta Selatan dengan tuduhan penggelapan dana.

Laporan ini terdaftar dengan nomor LP/B/1160/IV/2025/SPKT/Polres Metro Jaksel/Polda Metro Jaya.

Harly menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai upaya damai, mulai dari somasi hingga pendekatan informal. Namun karena tak kunjung ada penyelesaian, jalur hukum menjadi satu-satunya pilihan.

Ia juga mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) untuk tidak tinggal diam. Menurutnya, sebagai pemegang kendali tertinggi dalam program MBG, BGN seharusnya bisa turun tangan dan memfasilitasi penyelesaian kasus ini.

"Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap program bantuan sosial. Kalau tidak diawasi dengan ketat, bisa-bisa niat baik jadi ladang korupsi," ucap Harly.

Ketimpangan Sistem dan Minimnya Pengawasan

Kasus ini membuka tabir lemahnya pengawasan dalam distribusi dana bantuan sosial. Program MBG yang seharusnya menjadi solusi untuk mengatasi masalah gizi masyarakat justru berpotensi menjadi alat penyalahgunaan dana.

Minimnya transparansi antara yayasan dan mitra pelaksana menjadi akar masalah. Tidak ada mekanisme pelaporan yang jelas, tidak ada evaluasi rutin, bahkan kontrak pun bisa diubah sepihak. Hal ini menciptakan ketimpangan yang merugikan pelaksana di lapangan.

Lebih dari Sekadar Dapur

Dapur MBG Kalibata bukan hanya tempat memasak. Ia adalah simbol dari solidaritas dan semangat gotong royong. Ketika dapur itu berhenti beroperasi, bukan hanya kompor yang padam—tetapi juga harapan ratusan orang yang menggantungkan kebutuhan gizinya dari sana.

Jika permasalahan ini tidak segera ditangani, bukan tidak mungkin kasus serupa akan terjadi di tempat lain. Program bantuan sosial tidak akan pernah efektif jika pengelolaannya tidak transparan dan akuntabel.

Apa Selanjutnya?

Kasus ini kini menjadi tanggung jawab pihak berwenang. Kepolisian akan menyelidiki lebih dalam, sementara publik menunggu langkah tegas dari BGN.

Apakah mereka akan mengambil alih kasus ini dan memastikan dana disalurkan sesuai peruntukannya, atau justru membiarkan konflik berlarut-larut?

Yang jelas, Ira Mesra telah berbicara. Dan melalui langkah hukum yang ditempuhnya, ia tidak hanya menuntut haknya sendiri, tetapi juga mempertaruhkan kredibilitas program bantuan gizi di Indonesia.

Lebih baru Lebih lama
Cek berita dan artikel menarik lainnya lebih cepat melalui saluran WhatsApp
Support kami dengan SHARE tulisan ini dan traktir kami kopi disini.

Formulir Kontak