
niadi.net — Kerajaan Arab Saudi tengah menghadapi badai besar yang bisa mengguncang fondasi proyek masa depan mereka: NEOM. Kota super ambisius bernilai triliunan dolar yang dirancang untuk menjadi simbol transformasi ekonomi kerajaan ini kini justru berisiko menjadi beban finansial terbesar dalam sejarah negara tersebut.
Bukan hanya karena skandal internal dan perencanaan yang dinilai terlalu optimistis, tetapi juga karena tekanan eksternal dari kebijakan ekonomi global, terutama dari Amerika Serikat. Tarif dagang tinggi yang kembali diberlakukan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump, kini dianggap sebagai salah satu faktor utama yang memperparah situasi.
NEOM: Mimpi Mahal yang Mulai Tampak Mustahil
Saat pertama kali diperkenalkan kepada dunia, NEOM digambarkan sebagai kota futuristik tanpa emisi karbon, dengan teknologi canggih seperti mobil terbang, layanan medis berbasis AI, dan tata kota cerdas yang memadukan alam dan teknologi. Proyek ini menjadi bagian penting dari Visi 2030 Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), strategi ambisius untuk mengurangi ketergantungan Arab Saudi terhadap minyak.
NEOM bukan sekadar proyek infrastruktur. Ini adalah pernyataan—bahwa Arab Saudi ingin mengubah citranya dari kerajaan minyak konservatif menjadi pusat inovasi dan teknologi dunia. Namun, realitas yang kini dihadapi jauh dari narasi awal yang penuh harapan.
Harga Fantastis yang Tak Lagi Masuk Akal
Awalnya, NEOM diproyeksikan menelan biaya sekitar US$500 miliar. Tapi berdasarkan laporan audit yang bocor ke media dan dilansir oleh New Civil Engineer, angka tersebut melonjak drastis hingga mencapai US$8,8 triliun. Itu hampir dua puluh kali lipat dari estimasi awal—angka yang bahkan untuk negara sekelas Arab Saudi pun sangat sulit dijangkau.
Audit internal yang dilakukan oleh konsultan McKinsey & Co mengungkap fakta mengkhawatirkan: perencanaan proyek banyak didasarkan pada asumsi-asumsi positif yang tidak realistis. Bahkan disebutkan bahwa ada manipulasi data yang disengaja oleh sejumlah petinggi proyek.
Ini memicu kekhawatiran bahwa bukan hanya biaya yang membengkak, tetapi juga kredibilitas pengelolaan NEOM mulai runtuh.
Kebijakan Tarif Trump: Tekanan Tambahan dari Luar
Kebijakan perdagangan Donald Trump yang terkenal keras kembali menunjukkan dampaknya. Dalam kampanye terbarunya, Trump kembali menekankan tarif tinggi terhadap negara-negara seperti China dan mitra dagang utama lainnya. Dampaknya terasa hingga ke Timur Tengah.
Banyak komponen dan bahan baku untuk proyek NEOM didatangkan dari luar negeri, dan sebagian besar dari rantai pasokannya harus melewati pelabuhan-pelabuhan di Amerika. Dengan tarif baru yang dikenakan pada berbagai produk, biaya logistik proyek NEOM ikut melonjak.
Setiap kontainer yang melewati jalur tersebut terkena biaya tambahan yang berulang—menjadikan jalur distribusi semakin mahal dan tidak efisien.
Dalam skala proyek sebesar NEOM, tambahan biaya ini bukan sekadar tantangan. Ini bisa menjadi faktor yang membatalkan seluruh skema.
Harga Minyak Anjlok: Pukulan Ganda
Arab Saudi sangat bergantung pada ekspor minyak untuk membiayai proyek-proyek meganya, termasuk NEOM. Sayangnya, situasi pasar global tidak berpihak. Hanya dalam satu minggu, harga minyak dunia anjlok hingga 11% setelah ancaman tarif Trump memicu gejolak di pasar saham global.
Harga minyak mentah Brent jatuh ke angka US$64,21 per barel, sementara West Texas Intermediate turun ke US$60,70—level terendah sejak tahun 2021. Penurunan ini tidak bisa dianggap enteng. Dalam kondisi seperti ini, setiap penurunan harga minyak secara langsung menggerus pendapatan negara.
Simon Williams, kepala ekonom HSBC untuk Timur Tengah, menyebutkan bahwa meskipun pendapatan non-minyak Arab Saudi mengalami peningkatan, laju pengeluaran tetap lebih tinggi karena proyek-proyek pembangunan yang masif. Ini menciptakan ketergantungan yang lebih besar terhadap pendapatan minyak, bukan sebaliknya.
Anggaran Defisit dan Utang Meningkat
Dampak kombinasi dari tarif tinggi dan harga minyak yang merosot menciptakan tekanan besar pada anggaran Arab Saudi. Tahun 2025 saja, negara ini menghadapi defisit sebesar US$26 miliar. Sepanjang tahun, mereka sudah menarik utang senilai US$18,4 miliar—dan jumlah tersebut diperkirakan belum cukup untuk menutup kebutuhan NEOM yang terus membengkak.
Dana kekayaan negara (PIF) yang menjadi penyokong utama proyek ini memang masih memiliki aset sekitar US$925 miliar. Tapi dengan Produk Domestik Bruto sebesar US$1,1 triliun dan lebih dari 60% pendapatan negara masih berasal dari minyak, angkanya mulai terasa tidak proporsional.
Ekonom dari Abu Dhabi Commercial Bank bahkan memperingatkan bahwa jika harga minyak terus tertekan, Arab Saudi akan terpaksa melakukan pemangkasan belanja pemerintah secara besar-besaran. Hal ini dapat memperlambat atau bahkan menghentikan proyek NEOM.
Gejolak Politik dan Reputasi di Taruhannya
Bagi Putra Mahkota Mohammed bin Salman, NEOM bukan hanya soal pembangunan kota, tapi juga simbol kepemimpinannya. Jika proyek ini gagal atau tertunda secara signifikan, hal itu bisa menjadi pukulan telak terhadap reputasi pribadi dan rencana modernisasi kerajaannya.
Di sisi lain, skeptisisme internasional terhadap kelayakan NEOM juga meningkat. Investor asing mulai berhati-hati, terutama setelah laporan audit yang menyebut adanya manipulasi data. Ini memperparah kesulitan pembiayaan proyek ke depan.
Jalan di Depan: Redefinisi atau Penghentian?
Dengan tekanan internal dan eksternal yang semakin berat, Arab Saudi berada di persimpangan jalan. Mereka harus memilih antara merevisi ambisi NEOM agar lebih realistis, atau tetap memaksakan proyek ini dan menghadapi risiko kebangkrutan anggaran dalam jangka panjang.
Pilihan apa pun yang diambil, hasilnya akan memengaruhi tidak hanya masa depan NEOM, tapi juga arah kebijakan ekonomi dan pembangunan Arab Saudi secara keseluruhan. Dunia kini menunggu: apakah NEOM akan menjadi mahakarya futuristik yang sukses, atau justru menjadi simbol kegagalan ambisi berlebihan?
NEOM adalah cerminan dari mimpi besar yang dibangun di atas fondasi yang rapuh. Dalam dunia yang semakin tidak pasti, di mana kebijakan ekonomi global bisa berubah drastis dan harga minyak sangat fluktuatif, proyek sebesar ini membutuhkan strategi yang jauh lebih adaptif dan transparan. Tanpa itu, NEOM bisa jadi hanyalah fatamorgana di tengah gurun—indah dari jauh, tapi rapuh saat didekati.