Trending

Eks Pegawai Meta: Mark Zuckerberg Membocorkan Data Rahasia AS ke China

Eks Pegawai Meta: Mark Zuckerberg Membocorkan Data Rahasia AS ke China
futurecity.cw.com.tw

niadi.netKetika Kepentingan Bisnis Lebih Diutamakan dari Keamanan Negara. Isu keamanan nasional Amerika Serikat kembali mencuat, kali ini melibatkan raksasa teknologi Meta dan pendirinya, Mark Zuckerberg.

Tuduhan datang dari orang dalam—seorang mantan pejabat tinggi di perusahaan tersebut yang mengaku pernah menyaksikan langsung bagaimana ambisi bisnis Meta bersinggungan dengan kepentingan pemerintah asing, khususnya China.

Adalah Sarah Wynn-Williams, yang selama enam tahun menjabat sebagai Direktur Kebijakan Publik Global di Meta (sebelumnya Facebook), yang membuka borok ini.

Dalam sidang resmi di hadapan Subkomite Kehakiman Senat AS yang membahas kejahatan dan antiterorisme, ia mengungkap serangkaian tindakan yang menurutnya bisa dikategorikan sebagai pengkhianatan terhadap negara.

Kesaksian yang Mengguncang

Di hadapan Senator Josh Hawley dan anggota subkomite lainnya, Wynn-Williams menyampaikan tuduhan bahwa Meta secara diam-diam menjalin kerja sama dengan pihak-pihak di China, bahkan diduga terlibat dalam membantu membangun sistem sensor internet milik pemerintah Beijing.

Menurutnya, bukan hanya informasi biasa yang dipertukarkan. Ia menekankan bahwa data sensitif terkait pengembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) juga sempat dibagikan, padahal teknologi ini merupakan aset strategis dalam persaingan global antara Amerika Serikat dan China.

"Selama saya bekerja di sana, saya menyaksikan kebohongan demi kebohongan yang disampaikan kepada karyawan, investor, bahkan Kongres," ujarnya dengan tegas. Ia menuding para petinggi Meta—termasuk Zuckerberg sendiri—telah menyembunyikan niat dan hubungan mereka dengan pemerintah China di balik selubung diplomasi bisnis.

Sensor, Kabel Bawah Laut, dan Intervensi Politik

Wynn-Williams juga membeberkan bahwa Meta sempat aktif membantu pengembangan alat penyensoran konten di internet—alat yang kemudian digunakan pemerintah China untuk membungkam suara-suara kritis di dalam negeri.

Tindakan ini, menurutnya, sangat bertentangan dengan nilai-nilai kebebasan berekspresi yang selama ini dijunjung tinggi oleh Amerika Serikat.

Salah satu contoh yang ia sebutkan adalah penghapusan akun milik Guo Wengui, seorang tokoh oposisi China yang bermukim di AS. Ia mengklaim bahwa penghapusan itu terjadi bukan karena pelanggaran aturan, tapi akibat tekanan langsung dari pemerintah China.

Meta membantah tuduhan ini, menyebut penghapusan dilakukan karena pelanggaran terhadap kebijakan privasi.

Selain itu, Wynn-Williams juga menyampaikan bahwa Meta pernah mengabaikan peringatan tentang risiko keamanan dalam pembangunan proyek kabel data bawah laut yang menghubungkan AS dan Asia.

Kabel tersebut berpotensi menjadi titik lemah dalam infrastruktur keamanan digital, membuka jalan bagi pihak asing untuk mengakses data pengguna Amerika.

Proyek itu akhirnya dihentikan, tapi bukan karena kesadaran dari internal Meta—melainkan setelah tekanan datang dari legislator AS.

Perlawanan dari Dalam

Sidang yang berlangsung sengit itu memunculkan satu hal yang cukup mencolok: upaya dari pihak Meta yang terkesan ingin mencegah kesaksian Wynn-Williams.

Senator Hawley, yang memimpin sidang, menyampaikan kekhawatirannya bahwa perusahaan teknologi besar kini mulai terlalu berkuasa hingga bisa memengaruhi jalannya proses hukum.

"Mark Zuckerberg selama ini berusaha membangun citra sebagai patriot Amerika, namun di balik layar, ia sibuk memperkuat posisinya di China," ujar Hawley dengan nada sinis.

Menurutnya, keuntungan bisnis senilai miliaran dolar telah membutakan Meta terhadap dampak jangka panjang bagi keamanan nasional.

Meta Membantah Keras

Meta sendiri menolak semua tuduhan yang disampaikan. Melalui juru bicaranya, Ryan Daniels, perusahaan menyatakan bahwa kesaksian Wynn-Williams tidak mencerminkan realitas di lapangan. Ia menyebut banyak klaim yang dilontarkan sebagai tidak berdasar dan penuh distorsi fakta.

"Memang benar, di masa lalu ada ketertarikan untuk menjajaki pasar China. Tapi saat ini, kami tidak mengoperasikan layanan apa pun di sana," jelas Daniels.

Meta juga membantah pernah menjalin kerja sama langsung dengan pemerintah China dalam hal teknologi sensor atau proyek infrastruktur digital. Menurut mereka, semua langkah yang diambil selalu mengacu pada kebijakan global perusahaan dan tunduk pada regulasi hukum yang berlaku di Amerika.

Pertarungan yang Lebih Besar Sedang Menanti

Kesaksian ini datang di saat yang sangat sensitif bagi Meta. Perusahaan tersebut tengah menghadapi gugatan besar dari Komisi Perdagangan Federal (FTC) AS yang menuntut agar Meta melepaskan kepemilikan atas dua anak perusahaannya—Instagram dan WhatsApp.

Gugatan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk membongkar dominasi perusahaan-perusahaan teknologi besar yang dianggap telah terlalu berkuasa dan membahayakan prinsip persaingan usaha yang sehat.

Bagi banyak pengamat, kesaksian Wynn-Williams bisa menjadi pemicu tambahan yang memperkuat argumen bahwa Meta telah melampaui batas. Tidak hanya dalam soal bisnis, tapi juga dalam aspek politik, etika, dan keamanan nasional.

Antara Idealisme dan Kepentingan Korporat

Pertanyaan terbesar yang muncul dari semua ini adalah: sejauh mana perusahaan teknologi boleh bermain dalam ranah kebijakan luar negeri dan keamanan nasional? Apakah ambisi ekspansi global bisa dijadikan alasan untuk menutup mata terhadap risiko-risiko strategis?

Sarah Wynn-Williams tampaknya ingin menyampaikan pesan bahwa ada batas yang tak boleh dilanggar. Bahwa tanggung jawab moral perusahaan sebesar Meta seharusnya lebih besar daripada sekadar mengejar pasar atau keuntungan.

Namun di sisi lain, pernyataan Meta yang menyangkal semuanya juga membuka ruang tanya: apakah ini hanyalah drama politik menjelang gugatan besar, atau benar-benar panggilan bahaya dari dalam sistem?

Akankah Ada Akuntabilitas?

Satu hal yang pasti, tuduhan seperti ini tak bisa diabaikan begitu saja. Di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan China dalam berbagai sektor—dari militer hingga teknologi—informasi seperti ini bisa memicu respons kebijakan yang luas.

Kini bola ada di tangan para penegak hukum dan pembuat kebijakan di Washington. Jika terbukti bahwa Meta memang memprioritaskan bisnis di atas kepentingan nasional, maka konsekuensinya bisa sangat serius. Tapi jika tidak, maka kesaksian ini hanya akan menjadi bagian dari permainan politik yang lebih besar.

Apa pun hasil akhirnya, masyarakat dan dunia bisnis kini kembali dihadapkan pada satu kenyataan pahit: era teknologi bukan hanya soal aplikasi atau data, tapi juga soal kekuasaan dan siapa yang mengendalikannya.

Lebih baru Lebih lama
Cek berita dan artikel menarik lainnya lebih cepat melalui saluran WhatsApp
Support kami dengan SHARE tulisan ini dan traktir kami kopi disini.

Formulir Kontak