niadi.net - Pada Pemilu 2019 dimana perhatian rakyat Indonesia tertuju kesana, para politikus terutama yang tergabung dalam tim sukses di kubu nomor urut 01 maupun 02 dalam berbagai banyak kesempatan seperti kampanye sering melontarkan pernyataan berdasar data dan juga klaim.
Orasi-orasi yang dilakukan para politikus dan bahkan dari para kandidat paslon pilpres menggunakan data serta klaim demi menaikkan tingkat elektabilitas juga elektoral masing-masing paslon.
Namun disamping demi menaikkan 'rating' kadang data dan kalim juga dilontarkan pada publik untuk menjatuhkan lawan dan memenangkan pertarungan di pilpres 2019.
Menginjak di bulan kelima masa kampanye pilpres ini banyak sekali data yang terlontar secara masif nan cepat bak terbawa angin dari kedua kubu capres dan cawapres, baik itu dari paslon Joko Widodo-Ma'ruf Amin atau Prabowo Subianto-Sandiaga Uno hingga umbaran-umbaran data tersebut sampai dan mengakibatkan perdebatan di kalangan elit maupun akar rumput.
Terlebih saat acara debat pertama capres dan cawapres bulan Januari silam, dari kedua kubu pasangan calon yang sebelumnya telah banyak menyiapkan data-data yang pada akhirnya data-data terebut mereka umbar pada pemirsa sebagai pelengkap dari penjelasan yang mereka lontarkan, namun tak sedikit pula data-data yang mereka lontarkan itu digunakan sebagai senjata menjatuhkan lawan.
Di era digital yang mana semua orang bisa menguji kebenaran dari data-data yang disampaikan para kandidat, pada akhirnya membuat dampak bumerang bagi para kandidat sendiri atas umbaran data yang mereka sampaikan secara sembarangan tanpa lebih mengecek lebih detail dari fakta-fakta yang terkandung dari data-data yang diumbar itu.
Selain ada banyak orang per orang yang melakukan uji kebenaran dari data yang disampaikan para kandidat ketika depat pertama melalui media online terutamanya seperti pada akun media sosial yang mereka miliki, media massa sekarang ini pun telah menerapkan suatu aktivitas cek fakta (cekfakta.com) dalam menelusuri umbaran data yang banyak dilontarkan para politikus di negeri ini.
Aktivitas cek fakta yang dilakukan oleh media massa ketika debat pertama berlangsung diantaranya dilakukan oleh media online seperti Tempo.co, Tirto.id, Detik.com, Liputan6.com, Kompas.com, dan lainnya.
Latar belakang dari timbulnya aktivitas cek fakta dari beberapa media massa di atas adalah karena terlalu banyaknya hoax yang ketika pemilu berlangsung seketika itu juga berita-berita bohong banyak bertebaran memenuhi ruang publik.
Apabila hoax yang bertebaran tersebut dibiarkan maka bukan hanya rakyat jelata saja yang akan menjadi korban karena 'mengkonsumsi' berita bohong namun negara pun akan terganggu stabilitas keamanannya.
Upaya cek fakta yang dilakukan beberapa media massa di atas dilakukan untuk menangkis hoaks, dan bila dilakukan bersama maka pengerjaan dalam menangkis hoax tersebut akan lebih efektif dan efisien.
"Kami mengumpulkan tim untuk menyortir agar kerja-kerja verifikasi dan pemeriksaan fakta menjadi lebih efektif karena dikerjakan bersama," kata Wahyu Dyatmika, yang menjadi juru bicara dari tim cek fakta.
Debat kedua calon presiden yang rencananya akan dilaksanakan besok minggu (17/02/2019), perwakilan dari beberapa media yang tergabung pada tim cek fakta pun telah menyiapkan beberapa perencanaan dalam berbagai hal seperti akan berkumpul bersama dalam satu ruangan untuk melakukan cek fakta bersama ketika acara debat berlangsung.
Tempat bekerja tim cek fakta untuk debat kedua 17 Februari besok rencananya akan di gelar di kantor Google Indonesia.
Frendy Kurniawan, Kepala Tim Riset Tirto.id memaparkan bahwa rakyat tidak bisa dan tidak boleh dibohongi oleh data-data yang diumbar tokoh publik, karenanya cek fakta ada dan bisa di akses siapa saja agar para tokoh publik dan terutamanya para kandidat di pilpres ini tidak sembarangan mengumbar data.
"Maksudnya ada dorongan bahwa apa pun yang diceritakan oleh politisi atau kandidat tetap harus kita uji. Mereka diharapkan tidak bisa membohongi lagi," ucap Frendy.
Dengan adanya cek fakta pula para kandidat pilpres diharapkan untuk lebih mempersiapkan segala argumen yang akan mereka lontarkan dalam debat nanti menjadi lebih baik dengan didukung data yang lebih komprehensif.
Tujuan atas harapan mereka adalah agar perdebatan antara kandidat pilpres itu lebih berkualitas dan tentunya dapat dipercaya. Bila hal tersebut dilakukan oleh para kandiddat maka kualitas dan kepercayaan masyarakat atas debat pilpres pun akan semakin baik.
"Apa pun yang dilakukan tim pemeriksa fakta itu mendorong agar debat, diskusi, dan wacana yang dikeluarkan politisi atau kandidat selama pemilu tidak menjadi semacam buih-buih kosong saja," ungkapnya.
Harapan serupa pun disampaikan oleh Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi dari media Kompas.com. Wisnu berharap dengan adanya cek fakta dapat memotivasi para kandidat dalam menggunakan data-data dengan lebih clear.
Karena apapun data-data dan klaim yang disampaikan para kandidat nanti di acara debat capres, dengan adanya cek fakta mereka akan terdorong dalam lebih hati-hati dalam melontarkan argumennya karena nantinya data-data dan klaim yang disampaikan akan diuji oleh publik.
"Mereka akan punya bayangan bahwa data ini akan dicek, akan diverifikasi oleh banyak pihak. Mereka juga tidak semena-mena menggunakan data," jelas Wisnu.
Juru bicara tim cek fakta, Wahyu Dyatmika menambahkan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh timnya diharapkan menghasilkan debat capres yang berlangsung berdasarkan fakta dan berkualitas. Karenanya ada dasar landasan data yang valid dan bisa digunakan dalam menunjang pemikiran serta argumentasi kandidat pada acara debat.
"Sehingga menunjukkan siapa yang punya gagasan lebih baik untuk membangun Indonesia," jelas Wahyu.
Cek fakta yang dilakukan oleh beberapa media di atas sebetulnya tidak hanya diperuntukkan untuk para kandidat debat saja, namun sepenuhnya cek fakta tersebut dilakukan demi publik sendiri.
Pempimpin Redaksi Kompas.com mengatakan bahwa cek fakta dapat membantu publik untuk melihat lebih dalam kualitas dari calon pemimpinnya dengan lebih baik. Agar ketika pada proses menentukan pilihannya para pemilih tidak terdistraksi atas klaim dan data yang belum teruji kebenarannya.
"Buat publik, sebenarnya untuk mendapatkan gambaran tentang pernyataan itu dasar dan acuannya apa supaya pembaca bisa mengambil pilihan mana sih yang mau mereka percaya," kata Wisnu.
Terjadinya banjir informasi yang tak terbendung dan validitas kebenaran dari informasi yang belum teruji itu menjadi suatu ironi yang tak terelakkan di era digital ini.
Semua orang, terutama media massa yang utamanya mempunyai perangkat atas pekerjaannya dalam mencari dan mengolah informasi memiliki peranan penting agar di masa mendatang sebuah infomasi yang tersebar menjadi selayaknya sumber pengetahuan yang valid dan bukan informasi yang menyesatkan.
"Kepentingan buat pembaca sih lebih memberikan keterangan yang membuat mereka mengambil keputusan secara lebih baik. Tidak sekadar karena klaim, karena janji, dan ungkapan data yang enggak jelas rujukannya," tutup Wisnu.
Semoga saja cek fakta dapat menjadi rujukan dalam meluruskan banjir informasi di era digital, terutamanya di saat-saat pesta demokrasi sedang berlangsung ini dimana banyak para politikus dan kandidat yang seringkali menyampaikan pernyataan dengan data-data dan klaim.
Dan publik pada akhirnya sebagai penentu, bisa mengambil keputusan atas pilihannya nanti dengan berdasarkan pemikiran rasional, bukan atas dasar dari klaim-klaim belaka yang dilontarkan para kandidat.
Orasi-orasi yang dilakukan para politikus dan bahkan dari para kandidat paslon pilpres menggunakan data serta klaim demi menaikkan tingkat elektabilitas juga elektoral masing-masing paslon.
Namun disamping demi menaikkan 'rating' kadang data dan kalim juga dilontarkan pada publik untuk menjatuhkan lawan dan memenangkan pertarungan di pilpres 2019.
Menginjak di bulan kelima masa kampanye pilpres ini banyak sekali data yang terlontar secara masif nan cepat bak terbawa angin dari kedua kubu capres dan cawapres, baik itu dari paslon Joko Widodo-Ma'ruf Amin atau Prabowo Subianto-Sandiaga Uno hingga umbaran-umbaran data tersebut sampai dan mengakibatkan perdebatan di kalangan elit maupun akar rumput.
Terlebih saat acara debat pertama capres dan cawapres bulan Januari silam, dari kedua kubu pasangan calon yang sebelumnya telah banyak menyiapkan data-data yang pada akhirnya data-data terebut mereka umbar pada pemirsa sebagai pelengkap dari penjelasan yang mereka lontarkan, namun tak sedikit pula data-data yang mereka lontarkan itu digunakan sebagai senjata menjatuhkan lawan.
Di era digital yang mana semua orang bisa menguji kebenaran dari data-data yang disampaikan para kandidat, pada akhirnya membuat dampak bumerang bagi para kandidat sendiri atas umbaran data yang mereka sampaikan secara sembarangan tanpa lebih mengecek lebih detail dari fakta-fakta yang terkandung dari data-data yang diumbar itu.
Selain ada banyak orang per orang yang melakukan uji kebenaran dari data yang disampaikan para kandidat ketika depat pertama melalui media online terutamanya seperti pada akun media sosial yang mereka miliki, media massa sekarang ini pun telah menerapkan suatu aktivitas cek fakta (cekfakta.com) dalam menelusuri umbaran data yang banyak dilontarkan para politikus di negeri ini.
Aktivitas cek fakta yang dilakukan oleh media massa ketika debat pertama berlangsung diantaranya dilakukan oleh media online seperti Tempo.co, Tirto.id, Detik.com, Liputan6.com, Kompas.com, dan lainnya.
Latar belakang dari timbulnya aktivitas cek fakta dari beberapa media massa di atas adalah karena terlalu banyaknya hoax yang ketika pemilu berlangsung seketika itu juga berita-berita bohong banyak bertebaran memenuhi ruang publik.
Apabila hoax yang bertebaran tersebut dibiarkan maka bukan hanya rakyat jelata saja yang akan menjadi korban karena 'mengkonsumsi' berita bohong namun negara pun akan terganggu stabilitas keamanannya.
Upaya cek fakta yang dilakukan beberapa media massa di atas dilakukan untuk menangkis hoaks, dan bila dilakukan bersama maka pengerjaan dalam menangkis hoax tersebut akan lebih efektif dan efisien.
"Kami mengumpulkan tim untuk menyortir agar kerja-kerja verifikasi dan pemeriksaan fakta menjadi lebih efektif karena dikerjakan bersama," kata Wahyu Dyatmika, yang menjadi juru bicara dari tim cek fakta.
Debat kedua calon presiden yang rencananya akan dilaksanakan besok minggu (17/02/2019), perwakilan dari beberapa media yang tergabung pada tim cek fakta pun telah menyiapkan beberapa perencanaan dalam berbagai hal seperti akan berkumpul bersama dalam satu ruangan untuk melakukan cek fakta bersama ketika acara debat berlangsung.
Tempat bekerja tim cek fakta untuk debat kedua 17 Februari besok rencananya akan di gelar di kantor Google Indonesia.
Agar Tidak Sembarangan Mengumbar Data
Salah satu media massa yang seringkali melakukan verifikasi dan pemeriksaan fakta adalah situs Tirto.id. Media online yang satu itu memang rajin sekali dalam melakukan cek data dan fakta tidak hanya ketika pesta demokrasi berlangsung, namun dalam kesempatan-kesempatan lain sering mereka lakukan.Frendy Kurniawan, Kepala Tim Riset Tirto.id memaparkan bahwa rakyat tidak bisa dan tidak boleh dibohongi oleh data-data yang diumbar tokoh publik, karenanya cek fakta ada dan bisa di akses siapa saja agar para tokoh publik dan terutamanya para kandidat di pilpres ini tidak sembarangan mengumbar data.
"Maksudnya ada dorongan bahwa apa pun yang diceritakan oleh politisi atau kandidat tetap harus kita uji. Mereka diharapkan tidak bisa membohongi lagi," ucap Frendy.
Dengan adanya cek fakta pula para kandidat pilpres diharapkan untuk lebih mempersiapkan segala argumen yang akan mereka lontarkan dalam debat nanti menjadi lebih baik dengan didukung data yang lebih komprehensif.
Tujuan atas harapan mereka adalah agar perdebatan antara kandidat pilpres itu lebih berkualitas dan tentunya dapat dipercaya. Bila hal tersebut dilakukan oleh para kandiddat maka kualitas dan kepercayaan masyarakat atas debat pilpres pun akan semakin baik.
"Apa pun yang dilakukan tim pemeriksa fakta itu mendorong agar debat, diskusi, dan wacana yang dikeluarkan politisi atau kandidat selama pemilu tidak menjadi semacam buih-buih kosong saja," ungkapnya.
Harapan serupa pun disampaikan oleh Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi dari media Kompas.com. Wisnu berharap dengan adanya cek fakta dapat memotivasi para kandidat dalam menggunakan data-data dengan lebih clear.
Karena apapun data-data dan klaim yang disampaikan para kandidat nanti di acara debat capres, dengan adanya cek fakta mereka akan terdorong dalam lebih hati-hati dalam melontarkan argumennya karena nantinya data-data dan klaim yang disampaikan akan diuji oleh publik.
"Mereka akan punya bayangan bahwa data ini akan dicek, akan diverifikasi oleh banyak pihak. Mereka juga tidak semena-mena menggunakan data," jelas Wisnu.
Juru bicara tim cek fakta, Wahyu Dyatmika menambahkan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh timnya diharapkan menghasilkan debat capres yang berlangsung berdasarkan fakta dan berkualitas. Karenanya ada dasar landasan data yang valid dan bisa digunakan dalam menunjang pemikiran serta argumentasi kandidat pada acara debat.
"Sehingga menunjukkan siapa yang punya gagasan lebih baik untuk membangun Indonesia," jelas Wahyu.
Data Valid Demi Publik
Cek fakta yang dilakukan oleh beberapa media di atas sebetulnya tidak hanya diperuntukkan untuk para kandidat debat saja, namun sepenuhnya cek fakta tersebut dilakukan demi publik sendiri.
Pempimpin Redaksi Kompas.com mengatakan bahwa cek fakta dapat membantu publik untuk melihat lebih dalam kualitas dari calon pemimpinnya dengan lebih baik. Agar ketika pada proses menentukan pilihannya para pemilih tidak terdistraksi atas klaim dan data yang belum teruji kebenarannya.
"Buat publik, sebenarnya untuk mendapatkan gambaran tentang pernyataan itu dasar dan acuannya apa supaya pembaca bisa mengambil pilihan mana sih yang mau mereka percaya," kata Wisnu.
Terjadinya banjir informasi yang tak terbendung dan validitas kebenaran dari informasi yang belum teruji itu menjadi suatu ironi yang tak terelakkan di era digital ini.
Semua orang, terutama media massa yang utamanya mempunyai perangkat atas pekerjaannya dalam mencari dan mengolah informasi memiliki peranan penting agar di masa mendatang sebuah infomasi yang tersebar menjadi selayaknya sumber pengetahuan yang valid dan bukan informasi yang menyesatkan.
"Kepentingan buat pembaca sih lebih memberikan keterangan yang membuat mereka mengambil keputusan secara lebih baik. Tidak sekadar karena klaim, karena janji, dan ungkapan data yang enggak jelas rujukannya," tutup Wisnu.
Semoga saja cek fakta dapat menjadi rujukan dalam meluruskan banjir informasi di era digital, terutamanya di saat-saat pesta demokrasi sedang berlangsung ini dimana banyak para politikus dan kandidat yang seringkali menyampaikan pernyataan dengan data-data dan klaim.
Dan publik pada akhirnya sebagai penentu, bisa mengambil keputusan atas pilihannya nanti dengan berdasarkan pemikiran rasional, bukan atas dasar dari klaim-klaim belaka yang dilontarkan para kandidat.